Alat penginderaan jauh bukan lagi digunakan untuk pemetaan, namun sudah digunakan untuk melakukan pengukuran, memantau perubahan, pemodelan spasial, dan pengelolaan lingkungan. Perkembangan kemampuan penginderaan jauh tersebut dipengaruhi oleh kebutuhan akan informasi spasial, namun pemanfaatan di bidang kesehatan masyarakat dan lingkungan belum banyak digunakan.
Mahasiswa program doktor Fakulats Geografi UGM, Endang Surjanti, S.Si., M.Pd., memanfaatkan penggunaan teknologi pengideraan jauh untuk mengukur risiko transmisi filariasis limfatik (penyakit kaki gajah) dengan menggunakan landsat dan sistem informasi geografis di sekitar wilayah Pekalongan. Ia menggunakan parameter model pola spasio temporal berupa kerapatan vegetasi, penutup lahan, kondisi air permukaan dan suhu permukaan lahan.
Menurutnya, faktor yang paling berpengaruh terhadap risiko transmisi filariasis adalah kerapatan vegetasi. Perubahan risiko yang dihasilkan oleh perubahan kerapatan vegetasi lebih besar dibanding parameter lainnya.”Jika semua variabel dalam kondisi konstan kecuali kerapatan vegetasi maka variabel kerapatan vegetasi akan memberikan nilai keunggulan paling tinggi,” kata Endang Surjanti dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor di ruang Auditorium Fakultas Geografi UGM, Rabu (31/7).
Dari hasil uji akurasi penelitiannya didapatkan bahwa peta sebaran titik kasus filariasis dibandingkan dengan peta risiko transmisi pada tahun 2016 sebesar 80,27%. Dengan demikian, sebanyak 19,73 persen dari titik kasus yang ada berada pada wilayah tidak berisiko. “Jumlah filariasi tahun 2016 sebesar 330 kasus, luas wilayah tidak berisiko 388 km persegi dan berisiko sebesar 498,38 km persegi,” katanya
Berdasarkan penelitiannya ini ia merekomendasikan perlunya pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geospasial untuk identifikasi wilayah yang memiliki potensi risiko transmisi filariasis limfatik untuk lebih dikembangkan membantu pemetaan lebih cepat sehingga dapat membantu surveilans dan monitoring transmisi filariasasi semakin meluas.
Selain itu, ia mengusulkan untuk banyak dilakukan program penanaman tumbuhan yang tidak disukai oleh nyamuk di tiap rumah tangga untuk mengurangi interaksi antara vektor dan manusia sehingga mengurangi risiko dari penyakit yang disebabkan oleh cacing Filaria ini. (Humas UGM/Gusti Grehenson)