Revolusi industri 4.0 membawa dampak positif pada berbagai sektor termasuk sektor pertanian. Namun, kontribusi inovasi dalam pembangunan sektor pertanian Indonesia masih sangat kecil.
“Data Asian Productivity Organization Report pada tahun 2019 mencatat total faktor produktivitas Indonesia hanya mencapai 1 persen,” jelas Prof. Dr. Ir. Lilik Sutiarso, M.Eng., saat menyampaikan pidato pengukuhan jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Selasa (3/9) di Balai Senat UGM.
Lilik mengatakan hal tersebut dapat diartikan bahwa pembangunan pertanian masih bertumpu pada tenaga kerja dan modal kontribusinya hampir mencapai 99 persen. Sementara itu, mengubah paradigma pembangunan pertanian yang bertumpu pada teknologi pertanian berbasis inovasi tidaklah mudah.
“Kunci sukses percepatan transformasi pembangunan pertanian modern di Indonesia terletak pada kualitas SDM pertanian (human capital) yang akan mengungkit keunggulan komparatif menjadi kompetitif,” tutur pria yang pernah menjabat Dekan FTP UGM periode 2012-2016 ini.
Menurutnya, perlu adanya terobosan pengembangan teknologi pertanian cerdas yang bisa diimplelemntasikan secara tepat input, tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat tempat. Namun, dengan tingkat kesiapan teknologi saat ini, upaya mempercepat proses pembangunan pertanian berbasis inovasi teknologi dirasa cukup berat. Global Competitiveness Report (2015-2016) melaporkan Indonesia berada di urutan 85 dari 144 negara di bawah sebagaian besar negara-negara ASEAN. Sementara data BPS 2017 mencatat bahwa Indeks Pembangunan TIK Indonesia berada di peringkat 111 dari 176 negara, di atas Kamboja, Myanmar, serta Timor Leste.
Kendati begitu, Lilik menuturkan dalam beberapa waktu terakhir terlihat aplikasi berbagai model tekonologi pertanian cerdas telah dilakukan. Hal itu mengindikasikan respons positif dalam mempersiapkan proses transisi menuju era pertanian modern. Pengembangan aplikasi teknologi pertanian cerdas dalam sistem pertanian terintegrasi juga dilakukan Lilik mulai berfungsi untuk optimasi sistem budi daya, penanggulangan hama dan penyakit, optimasi penggunaan sumber daya pertanian hingga peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian melalui penanganan pascapanen yang tepat.
Lebih lanjut dosen departemen Teknik Pertanian dan Biosistem FTP UGM ini menyampaikan perlunya upaya standardisasi teknologi agar cocok dengan segala jenis peralatan yang ada. Selain itu, juga dibutuhkan pengembangan infrastruktur TIK di pedesaan yang memiliki kemampuan untuk pertukaran dan analisis data. Tak hanya itu, keterampilan dan pengetahuan SDM pertanian dalam mengakses dan menggunakan teknologi pertanian cerdas.
“Unsur modal manusia atau human capital dalam sistem pertanian modern memiliki peran yang cukup signifikan terhadap proses perkembangan teknologi pertanian cerdas,”ucapnya.
Indikator implementasi human capital adalam inovasi teknologi ini dapat diukur dari tingkat produktivitas yang dicapai dan aspek finansial dari implementasi sistem pertanian. Disamping itu, juga peningkatan kemampuan dalam berinovasi dan jiwa kewirausahaan dari SDM pertanian.
“Pengembangan teknologi pertanian cerdas berbasis human capital akan memberikan keuntungan pada setiap individu dan juga komunitas SDM pelaku sistem pertanian apabila model pengembangannya memakai pendekatan partisipatif,” paparnya. (Humas UGM/Ika; foto: Firsto)