Penyandang sakit tuberkulosis dan kanker paru di Indonesia saat ini jumlahnya sangat banyak. Bahkan, Indonesia menempati posisi kedua dunia untuk penyandang tuberkulosis.
Sementara itu, jumlah penyandang kanker paru juga terus mengalami peningkatan. Kedua penyakit ini, tuberkulosis dan kanker paru secara klinis memiliki symptom yang sama.
“Ditandai dengan batuk darah, weigh loss, secara gambaran radiologi juga sangat susah dibedakan dan keduanya sulit untuk dibedakan,” ujar dr. Laurensia Denise Utami Putri, M.Sc di Auditorium Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, Rabu (12/9) saat menempuh ujian terbuka Program Doktor.
Lurensia Denise menuturkan hubungan kedua penyakit tersebut belum diketahui secara jelas. Apakah tuberkulosis menyebabkan lung cancer atau lung cancer mereaksi tuberkulosis sehingga dari ketidakjelasan inilah yang menjadi pertimbangannya memilih topik ini untuk diteliti.
Dari disertasinya Double Burden Diseases: Tuberculosis And Lung Cancer, From Immunological Point of View, Laurensia Denise menyatakan pemberian lokal spesies mycobacterium yang dilemahkan atau produknya digunakan sebagai pengobatan kanker diharapkan meningkatkan respons imun pasien. Makrofag, inang primer dan sel efektor sentral terhadap bakteri, memberikan perlindungan terhadap transformasi neoplastik atau promosi pertumbuhan dan metastasis dan tergantung pada fenotipenya.
Menurutnya, mikobakterium yang dilemahkan mengatur berbagai fenolip makrofag ini untuk mengembalikan sitotoksisitasnya ke sel kanker masih belum jelas. Sementara tujuan penelitian untuk mengklarifikasi dampak stimulasi mikobakteri yang dilemahkan pada fenotipe makrofag ini.
“Dengan metode makrofag darah tepi dikumpulkan dari pasien kanker paru-paru dan subjek sehat dirangsang dengan Mycobacterium tuberculosis (HKTB) yang terbunuh karena panas untuk mengamati perubahan fenotipenya,” katanya.
Hasil penelitian menyimpulkan stimulasi HKT B mengatur sinyal intraseluler yang berbeda mengarah ke berbagai tingkat respons pro-inflamasi pada M dan T EM yang meningkatkan sitotoksisitas pada sel kanker paru-paru.
“Lebih lanjut co-simulasi respon S mediasi T TA I atau NFkB yang dimediasi dalam TEM layak untuk dipelajari untuk menemukan adjuvan imunoterapi potensial,” tandasnya. (Humas UGM/ Agung)