UGM menyelenggarakan Sarasehan dan Pemberian Penghargaan Inovator Pembelajaran UGM 2019 pada Selasa (5/11) di Eastparc Hotel, Yogyakarta. Penghargaan ini pertama kali diadakan pada tahun ini dengan mengundang perwakilan dari masing-masing fakultas di UGM. Tujuannya adalah untuk saling berbagi pendapat terkait proses pengajaran dan pembelajaran di UGM.
Dr. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., selaku ketua panitia acara menyatakan ini adalah titik awal bagi UGM untuk mengapresiasi para inovator pembelajaran di UGM. Ia menyebut bahwa universitas memiliki tridarma, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Namun, selama ini hanya penelitian dan pengabdian yang lebih banyak mendapat sorotan dengan mendapatkan penghargaan-penghargaan.
Oleh karena itu, menurut Hatma UGM mulai tahun in mencoba berinisiatif mengadakan acara ini untuk lebih memahami para inovator pembelajaran di masing-masing fakultas UGM. “Sudah sewajarnya ini diadakan, lagipula salah satu bisnis utama universitas kan pendidikan dan pengajaran,” papar ketua Pusat Inovasi dan Kebijakan Akademik UGM ini.
Hal serupa juga diungkapkan Prof. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., selaku Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan UGM. Ia menilai memang sudah seharusnya ketiga tridarma tadi harus berjalan selaras serta diapresiasi yang sama pula.
Djagal mengingatkan saat ini sudah ada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan baru, dan berdasarkan peluncuran kabinet baru tersebut, Direktorat Pendidikan Tinggi kembali masuk ke Kemendikbud. Walaupun hal tersebut saat ini masih menjadi tarik ulur dengan Kemenristek.
Oleh karena itu, menurut Djagal, Mendikbud saat ini sedang membutuhkan masukan dari universitas-universitas untuk menentukkan kebijakan apa yang dibutuhkan untuk pendidikan tinggi. Ia menyebut hal ini peluang dari para inovator pembelajaran tadi. “Mas menteri saat ini mempunyai keahlian membuat kendaraan berupa start up, tapi tidak memiliki kontennya. Inovasi pembelajaran dari para dosen tadi bisa menjadi salah satu konten tersebut,” ungkapnya.
Kendaraan tadi, menurut Djagal, sebenarnya juga bisa mewujudkan ramalan akan matinya universitas, jika hal tersebut berupa media pembelajaran online sehingga seseorang tidak perlu mengikuti lembaga formal untuk memperoleh pengetahuan. Hal itu juga sejalan dengan kebutuhan beberapa industri akan SDM yang tidak lagi melihat ijazah, tapi dari kemampuan serta kompetensi seperti Google.
Akan tetapi, Djagal berpesan tidak perlu khawatir. Ia mengutip Jack Ma yang membantah ramalan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa Jack Ma pernah berpendapat bahwa universitas tidak akan mati selama interaksi antara mahasiswa dengan dosen tetap terjalin secara intensif. Hal itu karena interaksi tersebutlah yang menghasilkan kreativitas, produktivitas, serta inovasi. Untuk itu, ia berpesan agar budaya interaksi tersebut harus kita jaga baik-baik di UGM.
Oleh karenanya itu, Djagal mendukung dan mengapresiasi acara sarasehan ini. “Melalui acara ini kita akan saling berbagi pendapat untuk menghasilkan ide baru perihal pembelajaran yang menjadi jembatan antara mahasiswa dan dosen untuk kemajuan pendidikan di UGM,” paparnya.
Seusai sarasehan, prosesi penyerahan penghargaan kepada beberapa insan serta lembaga di UGM. Beberapa kategori penerima penghargaan seperti untuk Menara Ilmu, Video Dokumenter, Massive Open Online Course (MOOC), serta Kanal Pengetahuan Fakultas (KPF). Selain sarasehan dan pemberian penghargaan, sore hari itu juga terdapat peluncuran saluran TV UGM, yang diberi nama UGM Channel. (Humas UGM/Hakam)