Rektor Pertama UGM, Prof. Dr. M. Sardjito, MPH, dianugerahi gelar pahlawan nasional melalui surat keputusan penganugerahan gelar pahlawan nasional yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 8 November di Istana Negara. Atas anugerah gelar pahlawan nasional tersebut, Rektor UG, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng., menyambut dengan rasa senang dan gembira sebab pengajuan gelar pahlawan untuk Sardjito sudah dilakukan sejak 2012 silan. “Kami sudah mengajukan sejak lama mulai tahun 2012 dan tahun ini keputusan Presiden mengukuh Prof. Sardjito dapat gelar, tentu merasa bersyukur dan bangga atas keputusan tersebut,” kata Rektor UGM, Panut Mulyono, usai mengikuti upacara memperingati hari pahlawan nasional yang berlangsung di stadion Mandala Krida Yogyakarta, Minggu (10/11).
Bagi Panut dengan anugerah gelar pahlawan ini bisa memberikan reputasi positif bagi UGM dan memberikan semangat bagi sivitas akademika beserta alumni untuk meneladani ketokohan Prof. Sardjito semasa hidupnya. “Bisa memberikan semangat bagi sivitas akademika untuk meneladani ketulusan dan keseriusan Sardjito dalam pengabdian pada bangsa dan negara,” katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan soal kontribusi Sardjito dalam masa merebut kemerdekaan antara lain membuat formula biskuit sebagai bekal bagi pejuang untuk bertempur melawan para penjajah. “Ia dikenal sebagai ilmuwan dan pejuang, kontribusi yang paling monumental membuat formula biskuit dari kandungan gizi dan karbohidrat tinggi sehingga bisa menambah energi pejuang saat bertempur sangat bagus,” paparnya.
Selain membuat formula biskuit untuk makanan bagi para pejuang, Sardjito yang bergelar dokter ini juga dikenal sebagai penyelamat vaksin. Ia juga menjadi orang pertama yang menjadi Direktur Institut Pasteur. Lembaga ini memproduksi vaksin dan obat-obatan untuk tentara dan masyarakat.
Saat peristiwa Bandung Lautan Api terjadi, ia berusaha menyelamatkan vaksin cacar karena vaksin mernjadi aset penting dalam revolusi fisik. Agar vaksin ini tidak dirusak, ia menorehkan vaksin cacar ke dalam tubuh kerbau. Hewan itu pun digiring dari Bandung sampai ke Klaten. Setibanya di tujuan, kerbau disembelih, limpanya diambil, dan vaksin cacar diperoleh kembali. Vaksin itu pun bisa menyelamatkan tentara dan masyarakat. “Beliau membawa vaksin tidak dalam bentuk botol tapi ditaruh di tubuh kerbau,” ujarnya.
Seperti diketahui, Prof. Dr. M. Sardjito lahir 13 Agustus 1889 di Desa Purwodadi, Magetan, Jawa Timur. Setelah menyelesaikan studinya di Sekolah Rakyat ia melanjutkan ke STOVIA di Jakarta. Berkat ketekunan dan kepandaiannya, ia lulus dengan nilai terbaik dan mendapat beasiswa studi lanjut di Leiden. Gelar doktornya diraih di Leiden tahun 1923 setelah mempertahankan disertasi dengan topik penyakit-penyakit iklim panas.
Ia pernah menjabat sebagai Kepala Institut Pasteur Bandung, Rektor UGM selama 11 tahun serta Rektor Universitas Islam Indonesia pada tahun 1964-1970. Hasil penelitian Sardjito yang cukup terkenal antara lain Calcusol yang berguna untuk menghancurkan batu ginjal. (Humas UGM/Gusti Grehenson)