Penyalahgunaan keadaan merupakan bentuk cacat kehendak yang hingga saat ini belum terkodifikasikan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pembahasan mengenai penyalahgunaan keadaan ini menjadi menarik dan penting untuk dikaji secara mendalam mengingat doktrin mengenai penyalahgunaan tersebut telah lama dan dipergunakan oleh hakim sebagai pertimbangan dalam memutus pembatalan perjanjian.
Sayang, hingga saat ini tolok ukur penyalahgunaan keadaan yang menjadi instrumen/ukuran bagi hakim untuk menentukan penyalahgunaan keadaan belum terbentuk. Dampaknya hakim dalam memutus dan menentukan apakah perbuatan tersebut termasuk dalam kategori penyalahgunaan keadaan tidak memiliki suatu kepastian hukum sehingga kerapkali penyalahgunaan keadaan di masukan ke dalam bentuk iktikad baik, perbuatan melawan hukum bahkan melanggar kausa halal.
“Karenanya tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menggali dan menemukan tolok ukur yang tepat dan ideal dalam penyelesaian kasus-kasus penyalahgunaan keadaan pada perjanjian,” ujar Ariyanto, S.H., M.H., M Kn saat ujian doktor di Fakultas Hukum UGM, Selasa (26/11).
Dari hasil penelitian memperlihatkan bila tolok ukur merupakan hal penting untuk menentukan penyalahgunaan keadaan. Penerapan penyalahgunaan keadaan dengan mempersamakan pelanggaran iktikad baik dan causa yang halal menjadikan ketidakjelasan dan kerancuan hukum, khususnya dalam ranah Hukum Perdata ditambah dengan pengaturan mengenai penyalahgunaan keadaan sendiri yang belum diatur sepenuhnya di dalam KUH Perdata menjadi kesulitan tersendiri bagi hakim dan praktisi hukum lainnya sehingga diperlukan keseragaman dalam penerapan penyalahgunaan keadaan.
Ariyanto menyebut hakim dalam menentukan tolok ukur penyalahgunaan keadaan lebih pada pendekatan kepatutan, keadilan dan kemanfaatan. Pendekatan tersebut dinilainya masih sangat abstrak dan menjadikan kesulitan tersendiri bagi hakim dalam menguji penyalahgunaan keadaan dengan doktrin hukum yang ada di Indonesia.
Terhadap tolok ukur penyalahgunaan keadaan sendiri diketahui adanya ketidakseimbangan kedudukan para pihak dan waktu terjadinya penyalahgunaan keadaan berada pada waktu pra kontrak.
Selain itu, adanya causalitas antara perbuatan dan kerugian harus dapat dibuktikan juga adanya dampak secara langsung atas kerugian yang diderita oleh salah satu pihak dan sebaliknya juga harus dapat dibuktikan adanya keuntungan yang didapatkan oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Perlu diperhatikan juga adanya asas kebebasan berkontrak yang dilanggar.
“Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan sumber bahan hukum utama yakni putusan-putusan pengadilan yang ada di Indonesia. Adapun peneliti juga melakukan studi lapangan dengan cara wawancara kepada hakim dan praktisi hukum lain dengan tujuan untuk memperoleh data langsung berkaitan dengan masalah penelitian yang dikaji,” ucapnya saat mempertahankan disertasi Tolok Ukur Penyalahgunaan Keadaan Dalam Perjanjian (Studi Analisis Putusan-putusan Pengadilan di Indonesia).
Dari penelitian ini, dia berharap penyalahgunaan keadaan dapat diaplikasikan dalam suatu bentuk peraturan perundang-undangan, khususnya dimasukkan ke dalam rumusan Pasal 1321 KUH Perdata sebagai syarat pembatalan kontrak karena cacat kehendak. Semua yang peneliti rumuskan demi terciptanya suatu kepastian hukum dan diharapkan untuk dimasukkan ke dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang mengikat dan dapat dijadikan patokan oleh hakim dalam memutus suatu perkara.
“Dalam menentukan tolok ukur penyalahgunaan keadaan di Indonesia hakim harus melihat dan menemukan fakta dan kondisi sosiologis sosial di masyarakat. Hal tersebut bertujuan untuk menemukan dan menggali fenomena hukum yang nyata dan terjadi di masyarakat. Kemudian setelah itu harus pula dipahami dan jelas pertimbangan hukumnya, apakah permasalahan yang sedang diadili tersebut merupakan bagian bentuk dari penyalahgunaan keadaan atau bukan,” tandas Ariyanto didampingi promotor Prof. Dr. Siti Ismijati Jenie, S.H., CN, dan ko-promotor Prof. Dr. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M serta Prof. Dr. Ridwan Khairandy, S.H., M.H. (Humas UGM/ Agung)