Tiga mahasiswa Fakultas Peternakan (Fapet) UGM angkatan 2016 berhasil menciptakan prototipe papan partikel berbahan dasar limbah bulu ayam dan botol plastik sekali pakai. Ketiga mahasiswa Fakultas Peternakan UGM tersebut adalah Imaniar Rusyadi, Fahmi Arrasyid, dan Dian Setya Budi.
Produk inovatif tersebut dibuat sebagai salah satu solusi atas masalah lingkungan yang disebabkan oleh kedua limbah yang sulit didekomposisi secara alami. Sementara itu, ketersediaan kedua limbah tersebut melimpah.
Data Badan Pusat Statistik (2019) menyebut produksi ayam ras pedaging di Indonesia pada 2018 mencapai 2.144.013 ton. Produksi bulu ayam broiler per ekor adalah 9,6 persen sehingga dapat diproyeksikan volume bulu ayam dalam setahun. Produksi limbah plastik di Indonesia juga mencapai tahap yang serius yaitu 64 juta ton per tahun dan merupakan yang terbesar kedua di dunia.
Imaniar Rusyadi, ketua peneliti produk inovatif tersebut, menjelaskan kedua limbah belum banyak dimanfaatkan sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan pengganti produk papan partikel berbahan kayu hutan dengan perekat sintetis. Kebutuhan yang tinggi terhadap produk olahan kayu menyebabkan penurunan luas lahan hutan secara drastis.
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, pada 2014—2015 tercatat penurunan luas lahan hutan mencapai 0,82 juta Ha. Selain itu, bahan perekat sintetis yang umum digunakan adalah formaldehida yang berasal dari olahan minyak bumi.
Saat ini, sumber bahan bakunya berkurang dan emisi formaldehida perlu dipertimbangkan. Bulu ayam yang sebagian besar terdiri atas protein keratin berfungsi sebagai filler yaitu bahan pemberi volume dan kekuatan.
“Sifat-sifat serat keratin ialah non-abrasif, ramah lingkungan, dapat diuraikan secara alami, murah, tidak larut pada pelarut organik, memiliki kekuatan mekanik yang baik, densitas rendah, dan anti air. Limbah botol plastik yang tersusun atas Polypropylene Therephthalate (PET) berfungsi sebagai perekat atau matriks. Perbandingan antara filler dan matriks sebesar 75:25,” ujarnya di Fakultas Peternakan UGM, Selasa (3/12).
Lebih lanjut dijelaskannya, papan partikel yang dinamai Eco-Palapa ini menawarkan beberapa keuntungan. Pertama, ramah lingkungan, dan kedua, tahan air. Keratin pada bulu ayam dan PET memiliki sifat hidrofobik dan tidak disukai rayap.
Sementara itu, papan partikel berbahan kayu dapat berikatan dengan air yang menyebabkan mudah lapuk. Ketiga, ringan, papan partikel tersusun oleh keratin dan PET botol plastik sekali pakai yang telah melalui proses hidrasi selama penempaan panas.
“Keuntungan keempat, tahan panas. Eco-Palapa tersusun oleh jalinan padat bulu ayam dan PET yang memiliki ketahanan tinggi terhadap panas,” jelasnya.
Disebutnya, Eco-Palapa dapat memenuhi kemanfaatan tiga aspek, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Produk tersebut mampu memberikan laba dari penjualan dan mampu meningkatkan pemasukan rumah pemotongan ayam dan pengolah sampah plastik dengan bekerja sama menjual bahan baku berupa limbah bulu ayam dan cacahan botol plastik sekali pakai.
Dari sisi sosial akan terjalin relasi baru antara distributor bahan baku, produsen, distributor papan partikel jadi, dan konsumen. Ditinjau dari aspek lingkungan, Eco-Palapa membantu menekan penumpukan sampah organik dan anorganik yang mengganggu keseimbangan lingkungan.
Eco-Palapa merupakan produk inovatif yang berpotensi mendapatkan paten. Potensi-potensi tersebut antara lain bersifat baru, inventif, aplikatif, dan dapat diterapkan dalam industri. Imaniar Rusyadi pun optimistis bila Eco-Palapa dapat diproduksi secara kontinu mengingat melimpahnya ketersediaan limbah bulu ayam dan botol plastik sekali pakai.
“Produk inipun berhasil meraih juara ketiga dalam Universitas Teuku Umar (UTU) Awards dengan kategori Produk Inovatif Berbasis Pertanian dan Kelautan pada pertengahan November 2019 lalu,” ungkapnya. (Humas UGM/ Agung)