Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Sasmini, berhasil meraih gelar doktor dari UGM.
Gelar doktor dari Fakultas Hukum (FH) diperoleh Samini usai mempertahankan disertasi berjudul Norma Responsibility to Protect Dalam Hukum Internasional dan Hukum Indonesia dalam ujian terbuka program doktor di Fakultas Hukum UGM, Selasa (3/12).
Dia menjelaskan bahwa responsibility to protect (RtoP) mengandung pengertian bahwa negara bertanggung jawab untuk melindungi populasinya dari kejahatan massal dan masyarakat internasional juga memiliki tanggung jawab membantu dan membangun kapasitas negara yang bersangkutan. Apabila negara secara nyata gagal melaksanakan tanggung jawabnya maka tanggung jawab itu beralih pada masyarakat internasional dengan mekanisme mengacu pada Bab VI, VII, dan VII Piagam PBB.
“Kemunculan RtoP ini menimbulkan sejumlah persoalan dalam hukum internasional baik berkenaan dengan legalitas, legitimasi maupun mekanisme pelaksanaannya,” tuturnya.
Sasmini menyebutkan RtoP menimbulkan konflik dalam hukum internasional, terutama karena pilar III RtoP yang mengharuskan dilakukannya intervensi kemanusiaan saat negara secara nyata gagal dalam melindungi populasinya dianggap bertentangan dengan prinsip kedaulatan negara, non-intervensi dan larangan penggunaan paksaan. Sementara terdapat kondisi pelanggaran HAM yang mengharuskan dilakukan tindakan secara tegas.
Dari kondisi tersebut Sasmini berupaya untuk mengkaji secara mendalam RtoP sebagai norma hukum internasional yang mengikat negara-negara serta menganalisis institusionalisasi RtoP dalam masyarakat internasional kontemporer. Hasilnya menunjukkan bahwa Rtop merupakan norma soft law dalam hukum internasional berdasarkan kekuatan mengikatnya. RtoP seharusnya diterima sebagai norma hukum internasional karena tiga hal.
Pertama, RtoP berakar kuat pada perjanjian-perjanjian internasional tentang HAM, hukum humaniter dan pidana internasional. Kedua, tanggung jawab untuk mencegah dan menghentikan kejahatan internasional yang menjadi pilar pertama RtoP cenderung diterima masyarakat internasional sebagai kewajiban erga omnes yang diperkuat dalam yurisprudensi pengadilan internasional.
“Ketiga, RtoP memiliki karakter noramtif dimana RtoP dilandasi oleh nilai-nilai universal yang secara moral hukum mengikat masyarakat internasional untuk melaksanakannya yakni nilai kemanusiaan dan martabat manusia,”paparnya.
Sasmini mengatakan bahwa RtOp telah diterima, diinstitusionalisasikan dan dipraktikan oleh masyarakat internasional terutama melalui sistem PBB. Sementara dalam konteks nasional, Indonesia mendukung dan menerima RtoP melalui pernyataan-pernyataan resmi di forum PBB.
“Kendati begitu, secara eksplisit Indonesia belum mampu mengimplementasikan RtoP baik melalui kebijakannya, perangkat hukum maupun kelembagaan yang mendukung,” tuturnya.
Menurutnya, dalam upaya melindungi populasinya dari ancaman kekejian massal, seharusnya Indonesia mengimplementasikan RtoP. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membangun sistem pencegahan atas kejahatan di bawah lingkup RtoP. (Humas UGM/Ika)