Indonesia sebagai salah satu negara yang beriklim tropis di dunia memiliki fenomena penting dan berpengaruh terhadap distribusi hujan, yakni fenomena Convectively Coupled Equatorial Wave (CCEW) dan fenomena Osilasi Madden dan Julian/Madden Julian Oscillation (MJO). Terhadap fenomena CCEW dan MJO ini telah banyak dilakukan penelitian di seluruh dunia, meski sebagian besar masih terfokus pada aspek dinamis untuk wilayah global.
“Sementara penelitian yang kami lakukan ini mengidentifikasi mengenai fenomena CCEW dan MJO yang terfokus di wilayah Indonesia beserta dampaknya terhadap variabilitas hujan,” ujar Ida Pramuwardani di Auditorium Fakultas Geografi UGM, Senin (9/12).
Staf Prakiraan Cuaca pada Sub Bidang Informasi Meteorologi, BMKG, Jakarta ini mengatakan hal itu saat menempuh ujian doktor Fakultas Geografi UGM. Didampingi promotor Prof. Dr. Hartono, DEA, DESS dan ko-promotor Prof. Dr. Sunarto, M.S dan Dr. Ardhasena Sopaheluwakan, promovenda mempertahankan disertasi berjudul Pemodelan Persebaran Geografis Hujan di Indonesia Berdasarkan Fenomena Convectively Coupled Equatorial Wave (CCEW) dan Madden Julian Oscillation (MJO).
Ida menuturkan fenomena CCEW yang termasuk dalam penelitian yang ia lakukan meliputi gelombang Kelvin, Rossby Ekuator/Equatorial Rossby (ER), Campuran Rossby dan Gravity/Mixed Rossby Gravity (MRG) serta Inersia Gravity arah Barat/ Westward Inertio Gravity (WIG). Dalam penelitiannya juga dilakukan pemodelan prakiraan hujan berdasarkan fenomena CCEW dan MJO di Indonesia berdasarkan metode statistik dan filter model cuaca numerik/Numerical Weather Prediction (NWP).
Dari proses identifikasi fenomena CCEW dan MJO pada penelitian ini menunjukkan hasil bila MJO memberikan kontribusi paling kuat terhadap kondisi cuaca di Indonesia dibandingkan fenomena CCEW. Hal itu dilihat dari durasi yang lama (22 hari), spektrum yang yang kuat (koefisien=2,4), serta ukuran yang besar (>50° atau >5.500 km). Sementara itu, hasil proses identifikasi dampak CCEW dan MJO di Indonesia menyebutkan bila wilayah yang sering berdampak hujan dan tidak hujan dari fenomena CCEW dan MJO memiliki intensitas penambahan dan pengurangan hujan lebih tinggi dibanding dengan wilayah yang lebih jarang terdampak hujan dan tidak hujan dari fenomena CCEW dan MJO.
Meskipun MJO mampu menambah/ mengurangi intensitas hujan pada saat monsun Asia/ Australia di Indonesia dengan total pengaruh 62 persen pada saat aktif dan 58 persen saat fase ekstrem. Meski begitu, dinamika atmosfer yang terkait dengan fase monsoon aktif masih lebih signifikan memengaruhi curah hujan di Indonesia dibandingkan fenomena MJO itu sendiri terutama untuk wilayah dengan tipe hujan monsunal.
“MJO memberikan pengaruh lebih signifikan pada wilayah dengan tipe hujan ekuatorial sebesar kurang lebih sebesar 73,6 persen bulan DJF dan 68,8 persen untuk bulan JAS saat fase monson aktif, serta sebesar 52,8 persen dan 60,7 persen saat fase monsun ekstrem. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu yang menyebutkan MJO berinteraksi kuat dengan monsun di Indonesia,” ucapnya.
Dari penelitian ini, Ida menarik kesimpulan bila fenomena CCEW dan MJO memiliki keterkaitan dengan monsun Asia dan Australia dengan pengaruh yang bervariasi terhadap peningkatan dan pengurangan hujan di Indonesia. Pengaruh terbesar fenomena MJO terjadi pada wilayah dengan tipe hujan ekuatorial. (Humas UGM/ Agung)