Dosen sekaligus peneliti Departemen Kimia FMIPA Universitas Gadjah mada (UGM) berhasil mengembangkan alat pengolah limbah batik sehingga air limbah yang dihasilkan memenuhi ambang baku normal.
Alat hasil penelitian Dr. Roto dan tim ini membantu perajin batik dalam mengelola limbah batik. Sebab selama ini pengeloaan limbah yang dilakukan perajin batik masih dilakukan secara manual dengan cara tradisional seperti model penyulingan, filtrasi dengan pasir dan ijuk, dan dengan diendapkan di beberapa tahapan yang belum bisa menghasilkan air bening. Namun, dengan kehadiran alat ini menjadi solusi persoalan limbah batik dan mewujudkan lingkungan yang sehat.
“Pengolahan limbah batik selama ini yang dilakukan hanya menyaring padatan saja, sedangkan zat kimia dan zat warnanya tidak terproses masuk ke tanah dan kalau ini masuk ke sumur bisa membahayakan kesehatan masyarakat,” kata Roto, saat ditemui di FMIPA Kamis (30/1).
Roto menjelaskan alat yang dikembangkannya bersama dengan Dr.Fean D Sarian peneliti dari Kochi University Technologi Jepang dan Dr. Ahmad Kusumaatmaja Departemen Fisika FMIPA UGM ini mampu menghancurkan limbah zat warna, khususnya limbah industri batik kecil dan menengah. Proses penghancuran limbah dilakukan secara kimia yakni melalui metode elektrolisis.
“Dari proses tersebut menghasilkan air yang mendekati ambang baku normal yaitu kadar zat warna dari 100 mg/L menjadi <0,1 mg/L,” jelasnya.
Air hasil pengolahan limbah disebutkan Roto bisa digunakan kembali untuk proses batik berikutnya. Selain itu air limbah yang telah diolah aman dibuang ke saluran air karena sudah memenuhi baku mutu limbah industri yang meliputi BOD, COD, TDS, pH, kadar logam berat dan lainnya.
Alat ini diberi nama Electro-DE (Electrolytic-Dye Eater) ini dirancang berbasis teknologi elektrokimia dengan menggunakan elektroda khusus. Selain itu alat dilengkapi dengan radiasi untuk mempercepat pemecahan zat warna menjadi senyawa yang ramah lingkungan.
Alat tersebut saat ini telah digunakan oleh perajin batik di sebuah rumah produksi batik di Gulurejo, Lendah, Kulonprogo. Peluncuran alat secara perdana dilakukan pada 22 Januari 2020 lalu secara langsung oleh Bupati Kulon Progo Sutedjo dalam acara pencanangan program Desa Batik Sehat FKKMK UGM.
Dirancang dalam bentuk portabel berukuran 40x50x60 cm, menjadikan mesin ini bisa dengan mudah dipindah tempatkan. Dalam pengoperasiannya dapat dilakukan dengan mode automatik maupun manual dan membutuhkan daya sebesar 500 watt.
Mesin ini mampu menampung limbah cair berkapasitas 50 liter dengan konsentrasi zat warna maksimal 100 mg/L. Dalam sehari, mesin dapat beropreasi non-stop hingga 8-10 jam dengan kemampuan memproses limbah 500 liter per hari.
“Untuk satu kali proses pengolahan limbah memakan waktu sekitar 1 jam hingga menghasilkan air yang mendekatai batas ambang baku,” terangnya.
Alat yang dikembangkan sejak tahun 2017 silam ini telah didaftarkan paten dan ditargetkan bisa segera dikomersialisasikan pada tahun 2020 ini.
“Kalau diproduksi secara massal 1 unitnya sekitar Rp. 80 juta dan bisa dipakai hingga 20 tahun kedepan,” tuturnya
Dia menyampaikan saat ini riset untuk pengembangan mesin pengolah limbah batik masih terus dilakukan. Upaya penyempurnaan dilakukan dalam beberapa sisi salah satunya pemanfaatan panel surya untuk suplai energi. (Humas UGM/Ika)