Robekan pada retina dapat menyebabkan masuknya cairan subretina diantara bagian neurosensorik retina dan pigmen epitelium retina sehingga memisahkan kedua medium tersebut yang pada kondisi normal saling menempel. Kondisi ini dikenal dengan ablasio retina.
Pada kondisi ablasio retina terjadi penurunan penglihatan dan viabilitas retina secara signifikan. Ablasio retina yang diawali dari diskontinuitas dari retina disebut sebagai tipe rhegmatogen dan merupakan tipe yang paling sering dari ablasio retina.
Demikian disampaikan dr. Waldensius Girsang, Sp.M (K) saat memaparkan hasil penelitiannya berjudul “Pengembangan Metode Baru Retinektomi Relaksasi Radial yag Efektif dengan Efek Samping Minimal pada Ablasio Retina dengan Vitreoretinopati Proliferatif Tingkat Lanjut” pada ujian terbuka penerimaan gelar doktor ilmu kedokteran dan kesehatan FKKMK UGM, Senin (3/2).
Menurut Waldensius Girsang salah satu komplikasi yang dikhawatirkan pada kasus ablasio retina rhegmatogen adalah terbentuknya vitreoretinopati proliferative (PVR). PVR terjadi akibat adanya pembentukan lapisan sel ektopik yang berada di area badan kaca dan atau retina.
“Hal ini menyebabkan terbentuknya membran sehingga terjadi pengerutan pada retina. Munculnya PVR tidak hanya akan mempersulit proses penanganan ablasio retina, namun juga akan memperburuk prognosis paska tindakan operatif,” ucapnya.
Menurutnya, hampir semua penelitian mengenai metode retinektomi melaporkan penggunaan irisan melingkar (sirkumferensial) pada kasus ablasio retina dengan PVR berat, tetapi hanya sedikit sekali penelitian yang melaporkan penggunaan retinektomi radial. Aplikasi retinektomi sangat bervariasi bergantung pada berat ringannya kasus, keterampilan dan tingkat pengalaman operator sehingga tidak ada metode yang terstandar dalam melakukan retinektomi pada ablasio retina dengan PVR.
Selama ini retinektomi dianggap merupakan “jalan akhir” yang dilakukan ketika operasi PVR sebelumnya gagal. Meskipun metode retinektomi sudah banyak dilakukan, tetapi saat ini belum ada metode retinektomi yang dilakukan berdasarkan kajian ilmiah geometris dan fisika yang mendasari tentang bagaimana batasan pemotogan retina agar ablasio retina yang disertai PVR dapat melekat kembali ke pigmen epitelium retina.
“Dalam penelitian ini, saya melakukan dengan pendekatan geometris dan fisika untuk mengembangkan metode retinektomi radial yang efektif dan mudah dilakukan (reproducible) untuk penanganan ablasio retina dengan PVR derajat berat,” katanya.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian retinektomi relaksasi radial pada ablasio retina dengan PVR kelas C1, C2, C3 dan D1 dengan syarat batas tertentu disertai tamponade intraocular gas C3F8 14 persen sebagai tata laksana awal. Metode retinektomi relaksasi ini merupakan suatu keterbaruan dalam penelitian yang nantinya dapat dijadikan pedoman terstandar dalam melakukan retinektomi pada ablasio retina dengan PVR.
“Memang ada kebaruan yang signifikan berupa penerapan analisis gaya-gaya fisika yang meskipun masih kualitatif tetapi memberikan kedalaman nilai ilmiah serta kemungkinan dipahami secara ilmiah lebih luas oleh berbagai kalangan,” ujarnya.
Keterbaruan lainnya adalah penyertaan formulasi geometri lintasan pemotongan retina dalam sistem koordinat 3D serta proyeksinya dalam sistem koordinat 2D. Formulasi ini dimaksudkan agar secara kualitatif tindakan retinektomi beserta syarat batasnya dalam ruang bola mata dipahami secara ilmiah dan menjadi prosedur tindakan pemotongan yang reproducible.
Metode baru operasi mata dengan cara memotong retina secara radial ini merupakan sesuatu yang baru yang belum pernah dilakukan selama ini. Metode ini menjadi berbeda karena cara sebelumnya adalah memotong secara melintang.
“Pemotongan ini harus dilakukan dengan cermat sesuai ukuran tertentu untuk keamanan pupil,” imbuhnya.
Didampingi promotor Dr. dr. Dwi Cahyani Ratna Sari, M.Kes., PA(K), temuan baru metode operasi mata dengan kondisi ablasio retina ini berhasil mengantarkan Wildensius Girsang berhasil meraih gelar doktor ke-4.781 dengan predikat cumlaude.(Humas UGM/ Agung)