Menjadi seorang pemimpin di sebuah perusahaan maupun organisasi tentu tidak mudah. Namun begitu, seorang profesional muda yang tengah meniti karier dari bawah dan berkeinginan menapaki kursi pimpinan diharapkan tidak melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Namun sebaliknya, selama bekerja selalu memperkaya pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan profesi maupun bukan. Hal itu dikemukakan oleh praktisi dan penulis buku Prof. Dr. Djokosantoso Moeljono dalam diskusi bedah buku karangannya yang berjudul The Climbers di ruang seminar Gedung Masri Singarimbun, Magister Studi Kebijakan (MSK) UGM, Kamis (13/2).
Mantan Direktur Utama BRI ini mengatakan telah meniti karier lebih dari 50 tahun. Namun, ia tidak menggunakan praktik KKN untuk menggapai posisi puncak kariernya sebagai pimpinan BRI. Sebaliknya ia meniti karier dari bawah. Oleh karena itu, ia menyarankan anak muda yang bekerja di perusahaan dan instansi pemerintah tidak menggunakan praktik menyimpang tersebut.
“Jadilah seorang CEO tanpa menjilat, menyuap tanpa lewat kendaraan partai politik apalagi perdukunan,” ungkapnya.
Dari pengalamannya meniti karier di perusahaan bank milik pemerintah tersebut, usaha memperkaya pengetahuan dan keterampilan sangatlah penting dalam mendukung karier seseorang agar bisa maju. “Pengetahuan kuat tapi tidak terampil tetaplah rugi,” ujarnya.
Meski menjadi seorang pemimpin tetaplah memerlukan pengetahuan dan keterampilan apalagi adanya pengetahuan dalam era digital. Namun, ada satu hal yang tidak akan berubah yang dimiliki seorang pemimpin menurutnya yaitu integritas. “Walaupun teknologi berubah, namun yang tidak berubah yaitu integritas,” kata alumni FE UGM ini.
Guru Besar Fisipol UGM, Prof. Dr. Muhadjir Darwin, yang menjadi pengulas buku tersebut mengatakan The Climbers merupakan representasi dari sejarah hidup penulis sendiri yang berhasil menjadi CEO dari bank milik negara. “Kariernya benar-benar dimulai dari bawah,” katanya.
Untuk menapaki karier hingga menjadi CEO, kata Muhadjir, si penulis melewati banyak rintangan yang ia ibaratkan layaknya seorang pendaki gunung yang ingin sampai ke puncak. “Buku ini bukan biografi tapi gagasan dan konsep yang dikembangkan benar-benar dari pengalaman pribadi sebagai pemimpin,” katanya.
Namun begitu, Muhadjir menyampaikan kritik bahwa saat ini banyak buku yang mengulas soal kepemimpinan dengan mengambil model nilai kepemimpinan dari barat. Buku yang ditulis oleh Djokosantoso menurutnya banyak mengutip nilai kepemimpinan dari barat. Diakui oleh Muhadjir, Indonesia minim riset soal kepemimpinan Nusantara. Padahal, masing-masing suku punya nilai sendiri. “Kita perlu belajar indigenous studi kepemimpinan. Saat ini di luar sana ada studi nilai kepemimpinan suku Aborigin, Indian, dan Afrika. Karenanya kita akan mendorong mahasiswa S2 melakukan riset kultural untuk mewarnai studi kepemimpinan nasional,” pungkasnya.
Penulis: Gusti Grehenson