Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat pencemaran merkuri tertinggi di dunia. Padahal, cemaran ini mengandung segudang efek yang berbahaya bagi lingkungan maupun bagi kesehatan masyarakat.
Untuk mengatasi persoalan ini, dosen dan peneliti Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik UGM, Ir. Agus Prasetya, M.Eng.Sc., Ph.D., mengembangkan penelitian terkait metode penghilangan merkuri dari dalam air dengan menggunakan bahan lokal.
“Penelitian ini berawal dari keprihatinan kami di grup riset tentang masalah cemaran merkuri akibat tambang emas skala kecil dan ilegal yang dalam praktiknya itu hampir semua menggunakan merkuri, dan cemaran-cemaran merkuri itu tersebar dalam limbah tambang, masuk ke air, kemudian menyebar ke mana-mana,” terangnya saat diwawancara, Kamis (20/2) di UGM.
Limbah yang mengandung merkuri dapat menimbulkan problem kesehatan pada masyarakat karena cemaran merkuri masuk ke dalam tanah dan terambil oleh tanaman, masuk ke dalam badan binatang, dan pada akhirnya masuk ke badan manusia dan terakumulasi menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
Cemaran merkuri, paparnya, dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif pada anak-anak di sekitar lokasi penambangan. Ia menyebut beberapa kasus yang sempat muncul, seperti kerapuhan tulang, imbisil atau keterbelakangan mental, serta bayi yang lahir tanpa tengkorak kepala.
“Jadi, problemnya tidak hanya pada penambang dan rakyat yang menambang tapi kepada generasi-generasi berikutnya, kepada anak cucu,” ungkapnya.
Konsep yang ia gunakan untuk remediasi merkuri dari air yang terkontaminasi oleh merkuri adalah dengan cara mengombinasikan antara adsorpsi dengan fitoremediasi atau pengambilan merkuri oleh tanaman.
Adsorpsi dilakukan dengan menggunakan zeolit yang dikenal sebagai adsorben alami yang mempunyai kapasitas baik untuk menangkap merkuri serta tersedia melimpah di Indonesia. Setelah dilakukan penjerapan dengan zeolit, tahap selanjutnya dilakukan proses pengambilan sisa logam merkuri oleh tanaman.
“Pada penelitian ini yang kita cobakan baru melati air. Tapi terbuka kemungkinan bisa coba tanaman-tanaman yang lain,” kata Agus.
Dari penelitian yang dilakukan pada skala laboratorium, metode tersebut terbukti mampu menghilangkan 90 persen kandungan merkuri pada air yang tercemar.
Penelitian ini sendiri telah dipublikasikan dalam salah satu jurnal ilmiah bereputasi yaitu Journal of Environmental Chemical Engineering, dengan judul “Characteristic of Hg Removal Using Zeolite Adsorption and Echinodorus palaefolius Phytoremediation in Subsurface Flow Constructed Wetland (SSF-CW) Model”.
“Yang kita cobakan itu adalah air yang mengandung merkuri 20 ppm, dan setelah kita coba menggunakan alat yang mengombinasikan adsorbsi dan fitoremediasi keluarnya itu sudah 2 ppm. Dan setelah merkurinya tertangkap oleh zeolit dan tanaman, merkurinya tidak lepas dari zeolit, artinya itu terstabilkan,” jelasnya.
Ia berharap penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan pengujian di skala lapangan melalui kerja sama dengan pakar dari beberapa bidang ilmu lainnya. Dengan uji lapangan, akan terlihat prospek dari metode tersebut untuk dapat diterapkan di lokasi-lokasi yang telah tercemar merkuri.
“Ini teknologi yang tidak rumit sekali yang itu bisa diterapkan sebetulnya oleh masyarakat jika mereka diajari caranya,” pungkasnya.
Penulis: Gloria