Hingga saat ini belum ada terapi atau vaksin yang telah disetujui untuk semua tipe coronavirus yang menginfeksi manusia. Beberapa tindakan yang kemudian dilakukan untuk pencegahan penyebaran virus dengan menggalakkan program jaga jarak (social distancing) dan cuci tangan dengan seksama selama minimal 20 detik.
SARS-CoV-2 atau penyebab COVID-19 merupakan kerabat dekat dari SARS-CoV (penyebab SARS). Oleh karena itu, para ilmuwan berasumsi jika siklus hidup keduanya mirip, sebab belakangan diketahui bahwa SARS-CoV-2 menginfeksi manusia dengan cara yang mirip sekali dengan kerabatnya (SARS-CoV) yaitu berinteraksi dengan reseptor bernama ACE2.
ACE2 ini terdapat dalam jumlah yang banyak pada sel-sel alveolus tipe II di paru-paru, sel epitel di esofagus bagian atas, enterosit pada ileum (bagian terakhir usus halus) dan kolon (usus besar), sel epitel pada empedu, sel otot jantung, sel proximal tubule pada ginjal dan sel urotelial pada kandung kemih. Sementara tingkat kerentanan organ tubuh manusia berdasarkan jumlah ACE2 terdapat di organ-organ tersebut.
“Paru-paru berada pada urutan teratas untuk organ dengan kemungkinan risiko tertinggi terhadap SARS-CoV-2. Organ dan bagian tubuh seperti rongga mulut, jantung, saluran pencernaan (usus halus dan usus besar) dan ginjal termasuk dalam kategori risiko tinggi terhadap infeksi SARS-CoV-2,”ujar Dr. rer nat. Nanang Fakhrudin, M.Si., Apt dan Puguh Indrasetiawan, M.Sc, Ph.D., Apt., dari Center for Natural Antiinfective Research/CNAIR, dan Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Senin (30/3).
Kedua peneliti sependapat bila ACE2 merupakan reseptor yang berhasil diidentifikasi sebagai pintu masuknya virus SARS-CoV-2 dalam menginfeksi manusia. Reseptor ACE2 ini banyak diekspresikan di paru-paru (terutama sel endothelial paru).
Virus memulai proses infeksinya dengan melibatkan interaksi antara protein S pada SARS-CoV-2 dengan ACE2 pada sel inang. Risiko infeksi ini bisa dicegah atau dikurangi dengan senyawa dari tumbuhan yang mampu mengganggu interaksi tersebut.
“Beberapa tumbuhan Indonesia mengandung senyawa yang berpotensi untuk mencegah atau mengurangi infeksi virus ini. Contohnya adalah senyawa emodin dan luteolin yang mampu mencegah interaksi antara reseptor ACE2 dengan protein S pada SARS-CoV,” ujar Nanang.
Ia menyebut tumbuhan Indonesia yang banyak mengandung emodin antara lain lidah buaya (Aloe vera; daun), kelembak (Rheum officinnale; akar), dan pada biji dari tumbuhan genus Cassia, seperti Cassia alata atau Senna alata (ketepeng kebo), Cassia obtusifolia atau Senna obtusifolia (kacang jawa), dan Senna alexandrina (jati cina). Sedangkan tanaman yang banyak mengandung luteolin antara lain seledri (Apium graveolens, daun dan biji), tapak liman (Elephantopus scaber; daun dan bunga), bawang (Alium cepa; daun), brokoli (Brassica oleracea), cabe hijau (Capsicum annuum; buah), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi; daun dan buah), jeruk purut (Citrus hystrix; daun), dan wortel (Daucus carota; umbi).
Dikatakannya, infeksi SARS-CoV-2 pada manusia selain memerlukan reseptor ACE2 sebagai pintu masuk, juga melibatkan protein S pada permukaan virus untuk berikatan dengan reseptor ACE2. Pada tahap selanjutnya, diperlukan aktivitas enzim protease serin oleh TMPRSS2 (sebuah glikprotein transmembran) yang memungkinkan virus untuk melebur dan masuk kedalam sel target untuk memulai infeksinya.
Sementara itu menurut Puguh penghambatan aktivitas protease serin ini merupakan target dalam pencegahan infeksi virus. Sebab, dari penelitian terbaru bersumber pada jurnal bereputasi Cell juga telah dipublikasikan bila selain pengambatan interaksi dengan reseptor ACE2, penghambatan terhadap enzim protease (terutama protease serin) juga merupakan target yang potensial untuk mengendalikan infeksi virus korona terbaru ini.
“Senyawa yang menghambat protease pada residu serin (serine protease inhibitor, selanjutnya disebut sebagai SPI) diperkirakan bisa menjadi kandidat obat yang baik untuk menghentikan siklus hidup virus,”paparnya.
Protease merupakan target terapi yang sangat penting karena terlibat dalam banyak proses yang penting dalam perkembangbiakan virus korona. Tumbuhan merupakan sumber SPI yang melimpah dan sudah banyak diteliti.
Senyawa SPI yang berasal dari tumbuhan umumnya berupa protein atau molekul mengandung protein (molekul besar). Tumbuhan keluarga polong-polongan (Fabaceae, Poaceae, dan Solanaceae) merupakan sumber penghasil SPI yang utama dari tumbuhan. Fraksi protein yang berasal dari biji polong-polongan kaya akan senyawa SPI. Contoh tumbuhan suku polong-polongan yang bijinya mengandung SPI adalah kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glycine max), buncis (Phaseolus vulgaris), kapri (Pisum sativum), dan orok-orok (Crotalaria juncea). Selain polong-polongan, banyak tanaman Indonesia yang mengandung senyawa SPI, diantaranya adalah kelor (Moringa oleifera; daun dan biji); pare (Momordica charantia; biji), timun (Cucumis sativus; buah), labu kuning (Cucurbita moschata; buah), nanas (Ananas comosus; buah), ubi (Ipomoea batatas; umbi), dan kentang (Solanum tuberosum, umbi).
Selain kedua target diatas, menurut kedua peneliti tentunya ada target-target lain yang dimulai dari proses masuknya virus hingga proses replikasi virus dalam tubuh inang. Contohnya adalah enzim helikase pada SARS-CoV-2. SARS-CoV-2 dan virus corona lain memiliki enzim helikase RNA yang penting untuk replikasi dan proliferasi virus.
“Tingginya biodiversitas tumbuhan Indonesia menyediakan keanekaragaman struktur senyawa bahan alam yang sekaligus menjadi modal yang besar dalam upaya penemuan obat, termasuk obat untuk penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 sehingga tentunya menjadi tantangan bagi peneliti Indonesia dalam mendukung program kemandirian obat,” urainya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Ilustrasi / Nasabudidaya.com