UGM mengadakan kegiatan Open Lecture Series on Knowledge Partnership. Sebagai salah satu kegiatan/agenda Dies Natalis UGM yang ke- 57. Kegiatan ini dilakukan di gedung Balai Senat UGM, 27 November 2006. Pakar yang hadir diantaranya: Prof. Dr. Bambang Hidayat (anggota AIPI) dengan panelis Prof. Dr. Lukman Hakim, M.Sc dan Prof.Ir.Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D bertindak sebagai moderator adalah Prof. Dr Retno S.Sudibyo, M.Sc. Apt .
“Acara kuliah terbuka diharapkan merupakan tradisi baru UGM dalam mengairahkan budaya riset dan menumbuhkan atmosfer riset di kampus. UGM juga terus berusaha untuk mendesain ulang program risetnya sehingga mampu meningkatkan kualitas riset secara berkelanjutan dan berkesinambungan,†ujar Dr-Tech.Ir.Danang Parikesit, M.Sc, selaku ketua pelaksana dalam memberikam laporannya
Berdasarkan data Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM), produktifitas riset UGM tahun 2002-2006 sebesar 538 riset dan 666 publikasi. Deengan 131 artikel di jurnal internasional di tahun 2005 yang meningkat dari 124 artikel di tahun 2004, 121 kegiatan pengabdian 74 judul buku. Kegiatan riset yang dilaksanakan di UGM memiliki nilai antara Rp. 24-37,7 milyar atau rata-rata Rp. 30,2 milyar/tahun. Dengan dana sebesar itu, produktifitas dosen UGM adalah anatara 0,18-0,25 riset/dosen pert tahun..
“Kami menyadari bahwa berkembangnya iklim riset tidak lepas dari upaya kerja keras dalam memupuk dan menyirami bibit baru peneliti muda serta memberikan pencerahan keilmuan, memfasilitasi para peneliti dan dosen senior,†kata kepala LPPM ini.
Prof.Ir.Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D dalam sambutan pembukaannya mengatakan bahwa universitas dan ilmuwan masa depan perlu melengkapi diri dengan entrepreneurship. Jiwa entrepreneurship dapat merupakan komponen sangat bermanfaat bagi pembentukan sistem manajemen perguruan tinggi yang cerdas, berani dan mampu mendukung penuh inovasi ilmuwan masa depan Inovasi itu perlu kontekstualisasi untuk kepentingan bangsanya.
Sebagai panelis, Prof.Dr. Bambang Hidayat mengemukakan, “Universitas serta laboratoriumnya mendukung tugas luhur membuka rahasia elemen dasar kehidupan dan keilmuan, tetapi fasilitas sentral tenpat bertemunya pakar untuk memechkan masalah anatar dan multidisiplin tetap diperlukan untuk upaya besara dan dinamik†katanya.
“Clinton (1998) pernah secara profetik membayangkan bahwa nanti pada tahun 2048 tidak hanya penambahan energi yang berlebihan akan diperoleh fusi dan tenaga matahari, tetapi juga berbarengan dengan itu dicanangkan deklarasi kemenanagan perang terhadapa penyakit kanker dan AID/HIV, “ ujar lulusan Biologi ITB tahun 1958 ini..
Menurutnya, tatanan kebudayaan dirasakan penting dalam konteks memajukan ilmu pengetahuan di abad ke 21. Bahkan perlu menurut beberapa Negara menyatukan kebudayaan dalam satu rumpun dengan sain dan teknologi. Jepang tidak hanya sendiri mewadahi “culture†bersama atribut kemanusiaan lainnya sains dan teknologi. Rupanya hanya Indonesia yang entah karena visi panjang atau pendek, telah mengkerdilkan kebudayaan hanya menjadi bagian dari pariwisata, dan bukan menjadi satu dengan upaya sains dan teknologi.
“Para ilmuawan perlu menyedialan diri dengan tanggung jawab menjadi “kotak pos†pertanyaan publiknya, agar dapat membantu masyarakat dan pengambil keputusan melaksanakan sains agar publik dan politisi pengambil keputusan dapat menentukan pilihan serasional mungkin dan tidak berdasarkan atas “aku-suka,†ungkao laki-laki kelahiran kudus, 18 september 1934.
Sebaliknya, Prof.Dr. Lukman Hakin dalam paparan malakalahnya mengkritisi tentang rendahnya komitmen pemerintah dalam memberikan anggaran untuk riset. “Para presiden, wakil presiden dan para menterinya mengakui bahwa IPTEK berperan penting dalam meningkat kesejahteraan bangsa. Tapi, itu hanya sebagai lip service belaka, sampai saat ini dana anggaran kita justru semakin menurun jika dibandingkan dengan tahun 70-an. Jika dihituang nominalnya mungkin cukup besar tapi jika berdasarakan jumlah pembanding berapa persen dari nilai PDB maka jelas mengalami kemunduran. Berdasarkan dari pusat studi riset di Malaysia, bahwa Indonesia merupakan Negara dengan anggaran riset paling kecil,†ujarnya.