Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM menyelenggarakan Forum Nasional I Filantropi Kesehatan secara daring pada 21-22 Juli 2020.
Acara ini digelar untuk menggali potensi pendanaan filantropi untuk pembangunan kesehatan di Indonesia sekaligus sebagai sarana diseminasi riset perdana kerja sama PKMK FKKMK UGM dengan Perhimpunan Filantropi Indonesia.
“Peran sektor filantropi terhadap pembangunan kesehatan di Indonesia sangat besar dan masih bisa digali lebih banyak lagi. Kita bisa mengedukasi masyarakat sebagai donatur dan di sisi lain juga mendorong pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih kondusif bagi para filantropi,” terang Shita Listya Dewi MPH, konsultan dan peneliti PKMK, Selasa (21/7).
Forum ini merupakan forum ilmiah kesehatan pertama yang membahas tentang filantropi dalam sektor kesehatan di Indonesia. Filantropi dalam sektor kesehatan menjadi salah satu bentuk partisipasi sektor nonpemerintah dalam manajemen kesehatan, meskipun pemerintah bertanggung jawab terhadap warganya untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang memadai.
Riset yang dipaparkan dalam forum ini adalah pemetaan aktivitas lembaga filantropi di Indonesia yang berkontribusi dalam sektor kesehatan. Pada diseminasi riset perdana ini, dipaparkan sejumlah 117 institusi swasta korporasi dan non-korporasi telah berkontribusi pada sektor filantropi kesehatan di Indonesia.
“Sangat dibutuhkan pihak-pihak non-pemerintah utuk mengatasi masalah kesehatan di Indonesia. Ini tidak menggantukan fungsi pendanaan dari pemerintah, tapi untuk melengkapi,” tutur dr. Jodi Visnu, MPH selaku peneliti utama.
Riset ini diawali dengan identifikasi organisasi yang telah berkontribusi dalam filantropi kesehatan di Indonesia serta wawancara mendalam kepada beberapa institusi pelaku filantropi untuk mengeksplorasi peran institusi non-pemerintah dalam filantropi kesehatan di Indonesia, mengeksplorasi potensi filantropi dalam sektor kesehatan, dan mengidentifikasi tantangan filantropi kesehatan yang dihadapi oleh institusi non-pemerintah di era JKN.
Ia memaparkan, meskipun pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 5,2 persen, proporsi total pengeluaran kesehatan atas PDB tetap stagnan di angka 3,2-3,3 persen. Karena itu, sumber keuangan lain seperti filantropi dirasa perlu untuk melengkapi sistem pembiayaan kesehatan di masa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia, Hamid Abidin, S.S., M.Si., mengungkapkan bahwa potensi filantropi kesehatan di Indonesia sangat besar. Jumlah sumbangan penanganan Covid-19 sendiri, ucapnya, mencapai jumlah Rp 905 Miliar.
Meski demikian, hal ini belum didukung dengan kebijakan yang kondusif serta riset dan data yang memadai. Pemerintah menurutnya dapat berperan dalam menyediakan iklim kebijakan yang kondusif berupa kemudahan, penghargaan, dan insentif pajak, meningkatkan kapasitas organisasi dan efektivitas program, membantu penyediaan data dan pengembangan riset, serta membantu pengembangan dan keberlanjutan program melalui kebijakan dan adaptasi program.
“Di luar negeri filantropi mendapatkan insentif berupa tax deduction dan tax exemption. Di Indonesia kita mempunyai kebijakan insentif pajak untuk 5 bidang, tapi sayangnya kesehatan tidak termasuk di dalamnya,” kata Hamid.
Di samping itu, menurutnya perlu dilakukan edukasi terhadap masyarakat yang menjadi donatur untuk dapat memberikan donasi secara terorganisir dan jangka panjang.
“Tidak hanya program kesehatan yang kuratif tetapi juga program yang bersifat preventif dan promotif yang dampak dan fungsinya sangat strategis untuk kesehatan,” ucapnya.
Penulis: Gloria