Dua peneliti Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU., ASEAN. Eng dan Ir. Dyah Maharani, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM, memperoleh penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) pada acara penyerahan penghargaan secara daring, Kamis (6/8).
Ali Agus menerima penghargaan MURI berkat penelitian dalam pembuatan teknologi fermentasi pakan komplet yang disebut “burger pakan”, sementara Dyah Maharani menerima penghargaan untuk penelitian terkait alat penanda DNA.
Ali Agus menjelaskan, teknologi fermentasi pakan komplet burger pakan telah dikembangkan sejak 15 tahun terakhir. Pengembangan teknologi pakan tersebut didasarkan pada fakta bahwa banyak peternak sapi potong memberi pakan dari limbah pertanian yang memiliki kualitas nutrisi relatif rendah.
“Umumnya peternak sapi potong memberi pakan berupa jerami, tebon jagung, dan pakan konsentrat yang berasal dari limbah pertanian dan industri seperti dedak padi, kulit kopi, kakao, dan sebagainya,” terangnya, Sabtu (8/8).
Untuk meningkatkan kualitas nutrisi pakan, Ali Agus mengembangkan burger pakan ditambah dengan multi mikrobia yang dinamakan saos burger pakan untuk meningkatkan kualitas nutrisinya.
Ketika sapi mengonsumsi pakan dengan penambahan atau perlakuan saos burger pakan, nutrisi dan kecernaannya meningkat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas ternak.
“Untuk sapi potong dapat mempercepat pertumbuhan ternak,” imbuhnya.
Ali mengatakan, burger pakan merupakan teknologi yang mudah, murah, aman, dan baik. Burger pakan terbuat dari jerami, padi, dedak gandum, molase, dan larutan mikrobia. Jerami merupakan bahan yang mudah didapat dan murah. Proses fermentasi juga hanya berlangsung selama 24 jam.
Fakultas Peternakan UGM sendiri telah mengimplementasikan pembuatan burger pakan ketika terjadi erupsi Merapi pada tahun 2010. Burger pakan ternak menjadi solusi penyediaan pakan ternak berkualitas untuk puluhan ribu sapi milik peternak terdampak erupsi.
Dyah Maharani yang juga menerima penghargaan dari MURI melakukan penelitian yang menemukan suatu alat untuk menyeleksi ayam-ayam yang akan memproduksi daging dengan kandungan asam lemak tidak jenuh, yaitu dengan menggunakan marker DNA yang ada pada gen Stearoyl-CoA Desaturase (SCD). Gen ini sendiri berperan sebagai metabolisme asam lemak.
“Daging ayam diyakini memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang berperan dalam menurunkan low-density lipoprotein (LDL) atau sering disebut sebagai kolesterol jahat,” ungkapnya.
Marker DNA ini sudah dipatenkan di lembaga paten Korea dan bermanfaat untuk mempermudah para peternak ayam dalam memilih ayam-ayam yang akan dibudidayakan.
Ia mengungkapkan pola makan modern menunjukkan kecenderungan masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang memicu peningkatan kolesterol di dalam darah. Tanpa pola makan yang berimbang, perilaku konsumsi ini dapat memicu penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes, dan darah tinggi.
“Dengan dilakukan seleksi, ayam-ayam tersebut akan memproduksi daging yang memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang baik untuk kesehatan manusia,” terang Dyah.
Penulis: Gloria
Foto: Fapet UGM