Pakar pertanian UGM, Dr. Jamhari., melihat prospek pertanian di tengah pandemi Covid-19 cukup bagus. Seperti permintaan pangan bersumber karbohidrat dinilainya stabil karena menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
Hanya pada pangan yang bersumber protein, seperti telur, daging dan ikan sedikit terpengaruh. Tetapi ia berharap Covid-19 tidak berkepanjangan, sebab bisa mengakibatkan kontraksi pada pangan bersumber protein akibat menurunnya daya beli masyarakat karena pendapatan yang menurun.
“Saya melihat permintaan pangan sumber vitamin dan mineral yang penting untuk meningkatkan imunitas seperti sayuran dan buah-buahan, nampak-nampaknya akan terus meningkat,” ujarnya di Fakultas Pertanian UGM, Jumat (11/9).
Jamhari perpendapat jika pandemi Covid-19 berkepanjangan dan pangan sumber protein tak terjangkau masyarakat maka pangan sumber protein bisa dipakai sebagai skema paket bantuan pangan untuk masyarakat. Meski begitu harus dilihat terlebih dahulu, apakah kondisi konsumsi masyarakat terdampat Covid-19, betulkah kualitas konsumsi pangan mereka sudah menurun banyak?
Sementara di tengah wacana bantuan insentif untuk keluarga non-tani yang berpendapat kurang dari 5 juta rupiah, Jamhari berharap bantuan insentif tersebut jangan sampai menimbulkan ketimpangan dan keresahan sosial baru. Sebab, menurutnya, hampir semua rumah tangga tani pendapatannya kurang dari 5 juta per bulan.
Insentif yang bisa dinikmati keluarga tani saat ini hanya dari subsidi harga pupuk dan kredit Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR yang tanpa agunan ini pun hanya sedikit petani yang memanfaatkan.
“Untuk KUR tidak cucuk, sementara insentif harga output untuk petani tidak ada, yang ada HPP gabah dan beras tapi harga di pasar lebih tinggi sehingga petani juga tidak menikmati insentif harga dalam bentuk HPP. Komoditas lain seperti cabe dan lain-lain tidak ada HPP nya,” terangnya.
Di tengah angka penularan virus Covid-19 yang terus berlipat akhir-akhir ini dan wacana penutupan kembali beberapa wilayah, Jamhari berpandangan relatif tidak mengganggu produksi petani. Apalagi petani subsistem karena ia berproduksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Hal tersebut tentu akan cukup berpengaruh bagi petani-petani semi komersial dan komersial karena akan terkendala logistiknya. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini idealnya koperasi bisa membantu dalam hal pemasaran.
“Sayangnya sampai saat ini sedikit sekali koperasi tani yang bisnis pemasaran hasil tani. Untuk menghindari harga jatuh masing-masing petani perlu menjalin jaringan dengan konsumen langsung. Di era pandemi saluran pemasaran tradisional yang melibatkan pedagang pengumpul sampai pengecer sangat rentan volatilitas harga tinggi,” paparnya.
Untuk itu di tengah pandemi Covid-19 diperlukan kehadiran campur tangan pemerintah dalam rantai pasok hasil pertanian. Meski diakuinya pemerintah sudah berperan melalui pemberdayaan kelompok tani, gapoktan atau koperasi tani untuk lebih terlibat dalam pemasaran tetapi belum sesuai dengan harapan.
“Dalam kondisi seperti ini pemerintah perlu turun langsung, seperti yang sudah dilakukan semisal di Kulon Progo dengan Program Bela Beli Kulon Progo, di Sleman Program Beras untuk ASN,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : korankaltara.com