Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian, pemerintah di tahun 1996 telah menetapkan Batas Maksimum Residu Pestisida (BMRP) untuk berbagai komoditas pertanian. Dari SKB tersebut dijelaskan, bahwa produk-produk pertanian yang beredar di Indonesia (domestik maupun impor), tidak boleh mengandung residu pestisida diatas BMRP.
Meski begitu, SKB hingga kini dinilai belum berjalan secara efektif. Bahkan, menjadi titik lemah bagi jaminan keamanan pangan dan hilangnya kesempatan untuk menggunakan perangkat tersebut sebagai hambatan non tarif dalam perdagangan global.
Demikian pernyataan yang disampaikan Prof Ir Y Andi Trisyono MSc PhD, saat mengucap pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, di Balai Senat UGM, Rabu, (27/12).
“Dinegara-negara lain cenderung menerapkan BMRP lebih rendah, guna melindungi kesehatan warganya. Jika penggunaan pestisida ini tidak dikelola dengan benar, tentu akan menyulitkan produk-produk pertanian kita menembus pasar global,†ungkap Prof Andi Trisyono.
Dalam pidato pengukuhan berjudul “Refleksi dan Tuntutan Perlunya Manajemen Pestisidaâ€, kata Andi Trisyono, pendidikan menjadi kata kunci agar pestisida digunakan secara properly and wisely. Sehingga, resiko dapat ditekan seminimal mungkin.
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerja bersama, mulai dari pengambil keputusan, pengguna, retailer, peneliti, pendidik dan konsumen dalam suatu program terpadu. “Dan sebagai hasil akhir, diharapkan adalah pengurangan jumlah pestisida secara signifikan, dengan tetap menjaga perlindungan tanaman sampai pada tingkat yang diterima dan produksi yang tinggi,†tandas pria kelahiran Magelang 26 September 1963. (Humas UGM).