Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Berdasarkan Indeks Kelaparan Global 2019 (GHI Index), Indonesia masih menghadapi masalah kelaparan yang serius. Sementara itu, pada sebuah keluarga anak adalah kelompok yang paling rentan dalam hal distribusi makanan. Anak tergantung orang tua untuk pemenuhan gizinya, dan kebutuhan ini seringkali tergeser oleh kebutuhan keluarga yang lain.
Menurut penelitian FOI, ada sekitar 28 persen anak usia dini atau balita di Indonesia mengalami kelaparan pada saat pagi hingga siang hari. Sementara di beberapa tempat padat penduduk, angkanya bisa mencapai 40-50 persen bahkan lebih. Kelaparan yang dimaksud disini adalah kondisi perut anak yang kosong atau mempunyai sedikit uang untuk membeli jajanan di sekitar PAUD sehingga dalam waktu lama akan menimbulkan masalah gizi kurang. Dua faktor utama penyebab kelaparan pada balita adalah kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang pangan pada orang tua atau pengasuh anak.
Hal tersebut diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 yang mengakibatkan peningkatan kelaparan pada balita di seluruh dunia. Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa ( PBB), krisis sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi virus corona berpotensi menyebabkan hampir tujuh juta anak dunia mengalami stunting akibat kekurangan gizi.
Ironisnya, hal ini juga terjadi di negeri Indonesia, negeri bahari dengan potensi kekayaan sumber daya laut yang luar biasa. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bahkan mencatat perkiraan kasar potensi laut Indonesia hingga Maret 2019 senilai Rp1.772 triliun. Angka ini sama dengan 93 persen total pendapatan dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ) 2018.
Untuk itu, Foodbank of Indonesia (FOI) bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM mengadakan Rembuk Pangan Indonesia 4.0 secara virtual. Seminar daring ini diadakan dalam rangka menyambut Hari Pangan Dunia 2020 dan rangkaian dari “Aksi 1000 Bunda untuk Indonesia” pada Kamis (15/10) lalu. Aksi ini bertujuan untuk memerdekakan balita dari kelaparan. Saat ini, terdapat 5.800 bunda yang bergerak bersama FOI membuka akses pangan bagi 52.000 anak bersama memerangi kelaparan pada balita dan mencapai cita-cita bangsa untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Seminar ini dibuka oleh drg. Ika Dewi Ana, M.Kes., Ph.D, Wakil Rektor UGM Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, serta menghadirkan narasumber pakar dan multi stakeholder dari Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, akademisi, dunia usaha yang diwakili oleh Bee Jay Bakau Resort dan Frisian Flag, media, serta blogger.
Menurut founder FOI, Hendro Utomo kegiatan ini dilakukan sebagai upaya FOI memerangi kelaparan pada balita untuk mencapai impian Indonesia merdeka. Hendro berharap kampanye dan aksi ini dapat menginspirasi semua pihak untuk turut berkolaborasi sesuai dengan bidangnya masing-masing demi mendukung balita yang merupakan masa depan Indonesia.
“Semoga kerja sama semua pihak dapat menghantarkan Indonesia mencapai impian merdeka 100 persen”, ujarnya.
Hal itu senada dengan Ika yang menyatakan bahwa universitas, khususnya UGM, perlu bergerak bersama dalam hal pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat untuk masa depan anak Indonesia yang lebih baik. “Data yang dikemukakan FOI merupakan gambaran kelaparan yang terjadi pada balita di Indonesia, universitas perlu memetakan kembali peran dan bersama melibatkan masyarakat, industri, pemerintah, relawan yg peduli pada masa depan bangsa,” tuturnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc, Dekan FTP UGM, menyatakan komitmennya untuk membuka akses pangan bagi kelompok rentan khususnya balita tidak hanya dari edukasi. Pihaknya juga melalui aksi nyata gerakan makan ikan untuk 20.000 balita bekerja sama dengan BeeJay Seafood dan FOI. “Balita merupakan masa depan bangsa sehingga kita harus bersinergi bersama memerangi kelaparan pada balita apalagi di tengah pandemi, khususnya dengan potensi bahari Indonesia sebagai negara mega-biodiversitas”, ungkapnya.
Direktur Jenderal PDSPKP Kementerian dan Kelautan RI, Ir. Artati Widiarti, MA., menuturkan upaya KKP menjadikan ikan sebagai alternatif pangan masyarakat yang sangat tepat untuk mendukung program perbaikan gizi masyarakat dan penanganan stunting. “Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) akan mendukung percepatan penurunan stunting sebesar 14 persen hingga tahun 2024. Gerakan ini memiliki posisi strategis dalam menjawab permasalahan nasional seperti masalah pangan, kesehatan, dan kecerdasan,” pungkasnya.
Penulis: Hakam