Sejak tahun 1954 hingga kini, tuntutan persamaan atau kesetaraan hak sipil warga kulit hitam dan warga kulit putih di Amerika Serikat masih terus diperjuangankan. Gerakan ini cukup mendunia dan telah menampakkan hasil. Gerakan ini telah membuat nama Martin Luther King sebagai seorang kulit hitam yang gigih memperjuangkan hak-hak bangsanya, walau kemudian harus mengorbankan jiwanya.
Demikian intisari perbincangan selama satu jam dengan pembicara Michael Meltsner di Boston, USA, melalui digital video conference bertema ‘The Civil Rights Movement in the US: Accomplishments and Limitations’, yang dipancarkan ke Indonesia melalui AMINEF Jakarta dan American Corner Perpustakaan UGM Unit I, Lantai 3 Gedung Perpustakaan UGM Bulaksumur, Selasa, (23/1).
Michael Meltsner adalah seorang yang ikut memperjuangkan kesetaraan hak sipil antara warga kulit hitam dan putih di Amerika Serikat. Dirinya adalah lulusan dari UniversitasYale Amerika, yang kemudian bergabung dengan NAACP Thurgood Marshall untuk memperjuangkan kesetaraan hak-phak sipil antara kulit hitam dan kulit putih.
“Sebuah kemenangan pertama mereka bermula pada tahun 1954. Ketika itu Mahkamah Agung Amerika memutuskan kasus bersejarah Brown melawan Pengurus Bidang Pendidikan Topeka, Kans, dengan menyetujui secara mutlak segregasi di sekolah-sekolah umum tidak konstitusional. Putusan ini membuka jalan bagi upaya desegregasi besar-besaran,†ujar Michael Meltsner.
Keputusan ini, kata dia, sekaligus membatalkan putusan atas kasus Plessy melawan Ferguson tahun 1896 yang membolehkan segregasi ras yang ‘terpisah namun setara’, serta ‘fasilitas pendidikan yang terpisah pada dasarnya tidaklah setara’. Meltsner sendiri telah mewakili Muhammad Ali dalam kasus menghilangkan garis batas formal untuk dapat pengecualikan kembali ke dunia tinju.
Hal itu dialami Muhammad Ali setelah menolak pelantikan di angkatan bersenjata yang kemudian kasus tersebut sebagai tonggak integrasi rumah sakit-rumah sakit di wilayah Selatan serta menjadi salah satu inisiator dalam kampanye yang hasilnya diterapkan capital punishment. Meltsner telah menrbitkan beberapa buku di antaranya ‘Cruel and Unusual The Supreme Court and Capital Punishment’.
Sementara menurut Keterangan Ketua Seksi American Corner Perpustakaan UGM Nur Cahyati, digital video conference kali ini diikuti mahasiswa dan dosen di lingkungan UGM maupun luar UGM, seperti Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Meskipun melalui digital dan pembicaraan jarak jauh terjadi interaktif antara peserta yang berada di Jakarta maupun Yogyakarta dengan pembicara. (Humas UGM).