Pemerintah Indonesia saat ini tengah membangun jalur kereta api berkecepatan tinggi yang rencananya akan selesai pada tahun 2021 mendatang. Apabila terlaksana maka pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung ini akan menjadi moda transportasi kereta cepat pertama di Indonesia. Namun begitu, sebelum itu diperlukan adanya peninjauan terkait keselamatan. Sebab, di dalam dunia perkeretaapian di Indonesia derailment atau anjlokan merupakan kecelakaan yang sering terjadi sehingga riset soal anjlokan ini sangat diperlukan.
Tim peneliti dari Program Studi Magister Sistem dan Teknik Transportasi Universitas Gadjah Mada yang beranggotakan Rahmi Fajriati, S.T., M.Sc. (MSTT 2018), Prof. Ir. Suryo Hapsoro Tri Utomo, Ph.D., Dr. Eng. Imam Muthohar, S.T., M.T., dan Ir. Latif Budi Suparma, M.Sc., Ph.D., menyampaikan hasil riset Analisis Risiko Derailment Pada Kereta Api Berkecepatan Tinggi pada Jakarta-Bandung. “Saya sendiri tertarik meneliti topik ini karena masih jarang di Indonesia dan belum ada standar teknisnya. Kita tahu pembangunan kereta api berkecepatan tinggi yang sedang dilaksanakan sekarang akan menjadi kereta cepat pertama di Indonesia sehingga perlu adanya peninjauan terkait keselamatan,” kata Rahmi kepada wartawan, Selasa (3/11).
Ia menyampaikan kereta cepat Jakarta-Bandung dapat terlaksana berkat konsorsium Indonesia dan China. China dalam kegiatan ini banyak berperan terutama proses pembangunan termasuk penentuan standar teknisnya sehingga untuk menentukan kereta aman dari bahaya anjlokan digunakan standar teknis perencanaan kereta cepat China.
Kereta cepat yang dapat melaju hingga 350 km/jam ini, diakui Rahmi, jika tidak meninjau faktor-faktor keselamatan baik itu dari eksternal maupun internal sangat membahayakan bagi keselamatan penumpang.
“Anjlokan termasuk faktor internal, faktor-faktor yang memengaruhi anjlokan adalah geometri jalur rel kereta dan karakteristik dari kereta itu sendiri,” paparnya.
Ia menambahkan perencanaan kereta cepat Jakarta-Bandung menggunakan kereta jenis CR400AF Fuxing Train yang didatangkan langsung dari China. Kereta ini sudah disesuaikan dengan standar kereta berkecepatan tinggi dan sesuai dengan karakteristik jalur rel nya juga sehingga untuk tingkat keamanannya sudah baik. “China memiliki standar koefisien derailment 0,8, hasil riset ini memiliki nilai lebih kecil dari standar tersebut yang artinya kereta cepat tersebut aman dari risiko derailment,” katanya.
Menurutnya, kereta dan jalur rel adalah komponen yang tidak dapat dipisahkan, maka tidak ada indikator yang paling besar memengaruhi, semuanya saling terkait dan memengaruhi. Indikator tersebut meliputi geometri berupa jari-jari lengkung horizontal, superelevasi, lebar rel yang digunakan, sudut flens yang digunakan, koefisien gesek (jalur rel), sedangkan pada kereta yaitu tinggi kereta dan beban gandar, jarak titik berat kereta.
Seperti diketahui, proses pengerjaan riset tim menghabiskan waktu kurang lebih 6 bulan, dibantu oleh pihak PT. Wijaya Karya, Tbk. Untuk mendapatkan data sekunder, kata Rahmi, penelitian ini dilakukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar master pada program studi Magister Sistem dan Teknik Transportasi, namun karena ketertarikan dan kelangkaan topik ini akhirnya diikutsertakan dalam pemaparan hasil penelitian di Simposium XXIII Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT) 2020 yang diselenggarakan Institut Teknologi Sumatera pada 23 Oktober lalu yang mendapat penghargaan peringkat pertama Best Paper kategori Master Student.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Dokumentasi PT.KCIC