Bencana gempa bumi 7,4 Skala Richter yang terjadi di Sulawesi Tengah pada September 2018 lalu telah mengakibatkan terjadinya tsunami dan likuifaksi Kota Palu Provinsi Sulawesi. Pengalaman pahit dari peristiwa bencana besar di masa lalu telah membuat Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah menyadari bahwa penanggulangan bencana harus disusun dalam kerangka sistematik dan terintegrasi ke dalam proses pembangunan. Sebab, bencana tersebut telah menelan korban 4.402 jiwa, menurunkan stok kapital sebesar 9 persen atau setara dengan kerusakan fisik sebesar Rp15 triliun serta berdampak pada sektor industri, perumahan, sektor pertanian dan sosial khususnya kesehatan dan pendidikan.
Seperti diketahui, Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR) atau Kerangka Kerja Sendai Pengurangan Risiko Bencana (KKSPRB) merupakan sebuah kesepakatan bahwa negara memiliki peranan penting dalam menanggulangi risiko bencana. Tantangan KKSPRB 2015- 2030 yang dihadapi Indonesia antara lain kurangnya pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan FKKMK UGM, Surianto, S.Kep.Ns., MPH., berupa kegiatan yang berkaitan KKSPRB di di Provinsi Sulawesi Tengah, Kota Palu dan Kabupaten Sigi pada aksi prioritas terkait pencegahan, kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana memberikan dampak yang buruk saat insiden karena hanya sebatas pada tanggap darurat. “Pada tahap situasi bila terdapat potensi bencana perlu penguatan dalam pelaksanaan tanggap darurat,” kata Surianto, Kamis (10/12).
Dalam disertasinya yang berjudul Evaluasi Kebijakan Peraturan Daerah Pengurangan Risiko Bencana Dalam Perspektif Kerangka Kerja Sendai di Provinsi Sulawesi Tengah, ia menerangkan bahwa hasil analisis peraturan daerah dalam perspektif KKSPRB Provinsi Sulawesi Tengah, Kota Palu dan Kabupaten Sigi dari keempat aksi prioritas terkait pengurangan risiko bencana menunjukkan bahwa indikator capaian kebijakan peraturan daerah, indikator nasional dan lokal dalam program Kerangka Kerja Sendai terjadi perubahan serta perbaikan dalam pelaksanaan pemulihan rehabilitasi dan rekonstruksi, dibutuhkan perubahan dan komitmen stakeholder dalam penetapan kebijakan baru terkait dengan Kerangka Kerja Sendai Pengurangan Risiko Bencana. “Dari indikator capaian kebijakan peraturan daerah, indikator KKSPRB nasional dan lokal, dibutuhkan perubahan dan komitmen suatu kebijakan terkait Kerangka Kerja Sendai Pengurangan Risiko Bencana,” katanya.
Penulis : Gusti Grehenson