Inklusi keuangan merupakan kondisi ketika setiap warga negara mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada 2019 lalu, inklusi keuangan di Indonesia telah meningkat hingga 75 persen dibanding tahun 2014 yang hanya 36 persen. Namun demikian,iInklusi keuangan di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, khususnya jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program doktoral Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB-UGM), Hasan, menyebutkan peningkatan angka inklusi keuangan ini tidak lepas dari implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016. Tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Dalam penelitian disertasi yang berjudul Inklusi Keuangan, Keuangan Mikro, dan Interaksi Sosial: Studi Keuangan Rumah Tangga di Indonesia, didapatkan bahwa kelompok rumah tangga dengan inklusi keuangan tinggi umumnya memiliki pendidikan tinggi, menikah, pekerjaan sebagai pegawai atau memiliki usaha non-tani.
“Mereka menempati rumah sendiri, tinggal di perkotaan, berkecukupan, jumlah anggota rumah tangga yang tidak banyak, dan sikap positif dalam kehidupan terhadap lembaga keuangan,” kata Hasan dalam ujian terbuka promosi doktor yang diselenggarakan secara daring, Senin (21/12).
Dari penelitian tersebut, Hasan menyebutkan wanita cenderung lebih memiliki simpanan di bank daripada laki-laki, namun tidak berbeda pada kepemilikan pinjaman dan kedalaman akses keuangan. Hubungan antara penggunaan produk keuangan mikro dengan penggunaan produk bank menunjukkan hubungan yang komplementer. “Penggunaan produk simpanan dan pinjaman berhubungan positif,”katanya.
Selanjutnya ia menambahkan, interaksi sosial berpengaruh signifikan terhadap inklusi keuangan. Oleh karena itu, ia merekomendasikan program peningkatan inklusi keuangan seharusnya disesuaikan dengan karakteristik rumah tangga. Selain itu, edukasi keuangan untuk meningkatkan inklusi keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan layanan keuangan yang sederhana terlebih dahulu, termasuk memanfaatkan layanan keuangan mikro. “Disamping itu, komunitas dan lingkungan masyarakat dapat dikondisikan untuk meningkatkan inklusi keuangan formal atau menjadi pengganti dari layanan keuangan melalui kekuatan gotong royong yang ada di masyarakat,” katanya.
Dalam ujian terbuka kali ini, bertindak selaku tim promotor disertasi adalah Prof. Eduardus Tandelilin, M.B.A., Ph.D., Prof Mamduh M. Hanafi, Ph.D., dan I Wayan Nuka Lantara, M.Si. Sementara tim penguji terdiri atas Prof. Marwan Asri, M.B.A, Ph.D., Bowo Setiono, M.Com, Ph.D., Dr. Wendy, M.Sc., Dr. Agus Setiawan, M.Soc., Sc., dan Eddy Junarsin, M.B.A, Ph.D.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Shutterstock/Tinnakorn Jorruang