Pelayanan pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) di Indonesia belum dilakukan dengan baik dan benar. Hal ini dibuktikan dengan masih ditemukannya perbedaan tata laksana kegiatan prolanis di setiap fasilitas kesehatan tingkat pertama. WHO menyebutkan perbedaan konteks (daerah) antara daerah maju dan daerah tertinggal menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan implementasi sebuah program kesehatan.
Melihat kondisi tersebut Dr. Ahmad Muhammad Kasim, S.Kep., M.Kes., mahasiswa program doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM melakukan penelitian untuk mengevaluasi interaksi antara konteks dan proses, mengapa dan bagaimana pelayanan prolanis pada daerah maju yaitu Kabupaten Sleman DIY dan daerah sulit yakni Kabupaten Flores Timur NTT.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan dalam penyelenggaraan pelayanan prolanis pada FKTP di Kabupaten Sleman DIY telah dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis dan berhasil mencapai tujuan program. Sedangkan di Kabupaten Flores Timur NTT Puskesmas penyelenggaraan pelayanan prolanis hanya untuk mencapai target penilaian KBK.
“Pelayanan prolanis di FKTP merupakan pelayanan rutin setiap bulan, untuk menjamin mutu pelayanan karenanya diperlukan SOP,” jelasnya saat menjalani ujian terbuka Program Doktor FKKMK UGM secara daring, Selasa (9/3).
Ahmad pun menyampaikan usulan agar semua pihak yang berkepentingan dengan pelayanan prolanis agar lebih meningkatkan koordinasi dan kerja sama dalam upaya penanggulangan penyakit kronis. Dengan demikian, pelayanan prolanis dapat berjalan dengan baik, benar, serta optimal.
Penulis: Ika