Dikeluarkannya UU No.2/2020 merupakan respons pemerintah terhadap kondisi ekonomi Indonesia yang lesu akibat dampak Covid-19. Hal ini berimbas pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada tahun 2020 yang melebar menjadi defisit 6,34 persen dari PDB dan akan turun menjadi defisit 5,7 persen pada tahun 2021. Pemerintah optimis relaksasi defisit ini hanya akan dilaksanakan hingga tahun 2022.
Dengan demikian maka strategi yang menjadi stimulus untuk terus menggerakkan roda perekonomian yang dipilih Indonesia saat ini adalah hutang.
“Hutang itu bukan tujuan pemerintah tapi bagaimana menjaga pertumbuhan, momentum dan menghindari opportunity loss sehingga kita perlu untuk menjalankan fungsi penting dan mendesak dengan lebih cepat atau tanpa penundaan” ujar Riko Amir, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR , Kementerian Keuangan, dalam Kuliah Umum Strategi Pembiayaan Pemerintah dalam Upaya Pemulihan Ekonomi Nasional, Senin (12/4).
Ia juga menambahkan kebijakan utang ini juga dibarengi dengan penerapan rasio utang yang sangat ketat yaitu di bawah 60 persen guna menjaga stabilitas risiko.
Sementara itu, Dosen FEB UGM, Gumilang Aryo Sahadewo, Ph.D, menuturkan bahwa kebijakan ini perlu dibarengi dengan edukasi keuangan. Dengan edukasi keuangan dampak yang dapat dicapai selain pemahaman adalah peningkatan kualitas perilaku keuangan.
Masyarakat yang mendapatkan edukasi keuangan lebih mampu untuk menabung dengan berbagai macam instrumen keuangan serta lebih sabar dan konsisten dalam melakukan investasi. Edukasi keuangan ini perlu dilakukan sedini mungkin yaitu mulai dari jenjang pendidikan dasar.
“Selain edukasi, dengan proyeksi ekonomi yang optimis pemerintah perlu mempertimbangkan strategi lanjutan untuk menghadapi tantangan kedepan dengan melihat banyaknya ketidakpastian seperti vaksinasi, pandemi gelombang ketiga, hingga pasar global,”kata Aryo.
Disamping mencapai tujuan jangka pendek mitigasi pandemi terhadap modal manusia perlu menjadi fokus utama dalam rangka mencapai tujuan jangka panjang. Pemanfaatan anggaran untuk program berbasis outcome akan mempermudah dalam mengevaluasi efektivitas dan efisiensi dana pembiayaan. Tak kalah penting, strategi pembiayaan perlu mempertimbangkan preferensi generasi millenial dan generasi z terhadap suatu investasi.
“Edukasi keuangan atau edukasi terkait literasi keuangan itu bisa menjadi bagian dari pendidikan baik yang dilaksanakan di sekolah maupun luar sekolah dan bagaimana program edukasi keuangan memberikan dampak,” imbuhnya.
Penulis: Khansa