Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter penting dilakukan bagi tercapainya kebijakan yang efektif di Indonesia.
“Koordinasi antara dua kebijakan ini tidak menghilangkan efektivitas dari masing-masing kebijakan dalam mencapai tujuan masing-masing secara efektif,” terang Dosen Universitas Katolik Parahyangan, Chandra Utama, saat mempertahakan disertasi dalam ujian terbuka program doktor FEB UGM secara daring, Rabu (21/4).
Dalam disertasinya Chandra mencoba mengkaji interaksi kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia untuk mencapai kinerja perekonomian, pengendalian inflasi dan pertumbuhan output yang stabil. Untuk mencapai tujuan penelitian, studi ini menggunakan kerangka teori Sintesis Neoklasik Baru (New Neoclassical Synthesis-NNS) dalam perekonomian terbuka dan ada keseimbangan dalam dan luar negeri.
Melalui studi berjudul “Interaksi Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter di Indonesia” sekaligus memverifikasi bahwa model NNS dapat diterapkan di Indonesia. Hasil studi juga menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dan moneter telah dilakukan dengan tepat.
Lebih lanjut Chandra menjelaskan kebijakan fiskal bersifat kontra siklis dengan pengeluaran pemerintah menjadi alat utama untuk mengendalikan siklus perekonomian. Kebijakan penerimaan pajak digunakan untuk mendukung kebijakan kontra siklis dengan menyediakan pembiayaan pengeluaran pemerintah. Dari hasil estimasi juga diketahui pemerintah berusaha menjaga defisit anggaran tetap rendah. Hasil estimasi menunjukkan kebijakan moneter dalam kerangka penargetan inflasi (inflation targeting) dijalankan dengan efektif. Bank Indonesia merespons kebijakan moneter yang dilakukan oleh FED (Bank Sentra Amerika Serikat).
Selain itu, dari hasil estimasi diketahui peran bank Indonesia dalam mengendalikan nilai tukar Rp/USD dan menjaga inflasi tidak jauh dari target inflasi juga dapat dikonfirmasi. Studi ini menunjukkan Bank Indonesia berperan aktif dalam menjaga nilai rupiah baik secara internal (inflasi) maupun eksternal (nilai tukar Rp/USD).
Meskipun dalam periode yang diteliti tidak terjadi krisis di Indonesia, namun pemerintah aktif berusaha agar krisis yang berasal dari luar tidak menular ke dalam perekonomian dengan kebijakan fiskal aktif. Kebijakan moneter mengakomodasi kebijakan fiskal dengan menerapkan kebijakan suku bunga yang sesuai. Ketika pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif, Bank Indonesia menurunkan suku bunga yang juga bersifat ekspansif. Selain itu, karena suku bunga juga memengaruhi biaya dari defisit fiskal, hasil estimasi juga mengonfirmasi bahwa kebijakan pembiayaan anggaran melalui pajak memperhatikan perubahan suku bunga kebijakan.
“Berdasar hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal dan moneter bersifat komplemen,” tuturnya.
Ia pun merekomendasikan kedua kebijakan selalu berkoordinasi dalam kebijakan makroekonomi. Sebab, dengan koordinasi dapat diperoleh bauran kebijakan yang optimal. Kebijakan fiskal harus mendukung kebijakan moneter dalam mengendalikan nilai tukar Rp/USD karena nilai tukar ini juga akan memengaruhi pembiayaan fiskal. Kebijakan fiskal juga harus memperhatikan inflasi karena inflasi secara langsung memengaruhi output perekonomian.
Sebaliknya, kebijakan moneter juga seyogianya memperhatikan output dan tingkat pengangguran. Pasalnya, tingkat pengangguran rendah menghasilkan penawaran barang tinggi yang dapat menciptakan penawaran agregat tinggi sehingga inflasi tetap rendah.
“Dua kebijakan bersifat komplemeter, oleh karena itu diperlukan berbagai kebijakan turunan yang saling berkoordinasi satu sama lain. Misalnya, dalam kebijakan luar negeri, kebijakan pengendalian nilai tukar sebaiknya dikoordinasikan dengan kebijakan perdagangan,”paparnya.
Penulis : Ika
Foto: Ilustrasi