Tim mahasiswa dari Program Studi Teknik Nuklir 2018, Fakultas Teknik UGM yang beranggotakan Deren Louis, Theo Aden Kusuma, Aulia Dina Wulandani berhasil meraih First Winner dalam The 10th International Conference on High Temperature Reactor Technology HTR 2021 – Youth Competition.
HTR 2021 – Youth Competition merupakan kompetisi tingkat internasional yang diikuti oleh pemuda usia 18-30 tahun dari negara-negara anggota IAEA. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Universitas Gadjah Mada, bekerja sama dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) dan Komunitas Muda Nuklir Nasional (KOMMUN).
Kompetisi dimulai dengan pengumpulan abstrak pada 31 Agustus 2020, pengumpulan karya dalam format PechaKucha untuk abstrak terpilih pada 15 September 2020, pengumuman tiga besar pada 31 Oktober 2020, hingga presentasi tim finalis yang dilaksanakan secara daring via Zoom pada 5 Juni 2021.
Deren Louis, anggota tim Reactor Master, mengungkapkan bahwa karya yang dilombakan berupa mobile-game bernama Reactor Master, “Implementation of Educational Games in Combating Society’s Bad Stigma Against Nuclear Technology”.
“Game ini dilatarbelakangi oleh tantangan dalam perkembangan teknologi nuklir khususnya di Indonesia yaitu stigma negatif masyarakat mengenai teknologi nuklir,” ujarnya pada Rabu, (9/6).
Ia menjelaskan game ini memiliki beberapa fitur diantaranya infographic ticker bar yang berisi informasi mengenai High Temperature Reactor (HTR), fitur quiz yang menantang pengguna untuk dapat menjawab pertanyaan seputar HTR, fitur reactor arranging berupa mini game untuk memberi tahu pengguna mengenai struktur reaktor, dan informasi umum mengenai Very High Temperature Reactor (VHTR) serta produk-produk yang dapat dihasilkan seperti radiofarmaka, iradiator, produksi hidrogen, dan desalinasi air.
Keunggulan dari game ini adalah kombinasi antara fitur edukasi dengan time killer game system serta cara bermain yang cenderung mudah karena pengguna hanya diminta untuk melakukan ‘tap’ pada reaktor dan koin untuk mendapatkan poin sehingga dapat digunakan untuk membeli produk.
“Target dari game ini adalah pelajar karena pelajar sebagai generasi muda memiliki pengaruh besar di masa depan sehingga dapat menjadi agent of change yang dapat mengubah stigma negatif menjadi penerimaan terhadap teknologi nuklir,” ujar Deren.
Selama mengikuti lomba, Deren menjelaskan bahwa kerja sama yang baik antar anggota tim membuat lomba tidak terasa berat meskipun dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, menurutnya dukungan dari orang-orang yang telah bersedia membantu dalam mengimplementasikan game juga sangat berpengaruh sehingga berhasil mendapatkan juara.
“Kami ingin berpesan untuk berani keluar dari zona nyaman, untuk terus belajar tanpa melihat batasan disiplin ilmu. Menurut kami, kolaborasilah yang menjadi magic bullet dalam setiap pekerjaan. Selain itu, dalam bekerja dan belajar, berdoa juga memiliki sama pentingnya,” ungkap Deren.
Terakhir, tim Reactor Master berharap dapat terus mengembangkan game ini dengan bekerja sama dengan expert, terus meningkatkan kualitas yang terbaik untuk pengguna, efektifitas edukasi yang lebih baik, serta tim berharap game ini dapat dirilis di berbagai platform.
Penulis: Desy