Hingga saat ini infeksi terkait biofilm belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya, padahal data National Intituttes of Health menyebut biofilm merupakan mediator terjadinya infeksi kronis yang berperan secara signifikan dalam kejadian infeksi terkait layanan kesehatan di rumah sakit (HAIs). Diperkirakan 65-80 persen kejadian infeksi dalam tubuh manusia diakibatkan oleh biofilm.
“Biofilm sebagai pertahanan bakteri relatif lebih sulit diberantas dengan antibiotik sehingga bakteri patogen dalam kondisi biofilm dapat menimbulkan masalah serius bagi kesehatan manusia sekaligus berkontribusi dalam tingginya angka resistensi antibiotik,” ujar Prof. dr. Titik Nuryastuti, M.Si., Ph.D., Sp.MK(K), di Balai Senat UGM, Kamis (17/6).
Ketua Departemen Mikrobiologi, FKKMK UGM ini mengatakan hal tersebut saat dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada. Ketua Tim Lab Covid FKKMK UGM ini dalam pidatonya mengangkat judul “Biofilm Sebagai Penyebab Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (HAIs) dan Resistensi Antibiotik : Diagnosis dan Pendekatan Terapi”.
Titik menyebut infeksi bakteri kembali menjadi perhatian dunia seiring dengan meluasnya pandemi Covid-19, baik berupa ko-infeksi akut karena bakteri planktonik maupun ko-infeksi kronis berkaitan dengan pembentukan biofilm. Pemakaian endotracheal tube sebagai terapi supportif pada pasien Covid-19 merupakan salah satu faktor risiko pembentukan biofilm pada permukaan dalam dan luar kanula trakea sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumonia terkait ventilator.
“Ko-infeksi dengan infeksi biofilm ini berpotensi memperburuk kondisi klinis dan meningkatkan mortalitas pada pasien, serta memperpanjang dan meningkatkan biaya rawat inap,” katanya.
Ia menyebutkan pula sekitar 99 persen bakteri di alam semesta berada dalam bentuk sesil atau biofilm dan 1 persen dalam bentuk planktonik. Di tubuh manusia, biofilm berperan ganda bisa bermanfaat dan merugikan. Kolonisasi mikroba flora normal di saluran gastrointestinal dan genitourinary adalah contoh biofilm yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Sementara itu, infeksi terkait biofilm seringkali ditemukan pada kasus infeksi endokarditis, osteomielitis, gigi karies, infeksi terkait perangkat medis invansif dan implant seperti kateter, protesa jantung, alat pacu jantung, protesa sendi dan ortopedi, lensa kontak, serta jaringan yang mengalami luka kronis merupakan biofilm yang perlu diwaspadai karena menjadi sumber infeksi dan berisiko menyebabkan infeksi yang persisten, relaps, dan sulit diterapi dengan antibiotic konvensional.
“Biofilm saat ini diakui sebagai mediator utama infeksi dengan perkiraan 80 persen kejadian infeksi berkaitan dengan pembentukan biofilm,” ucapnya.
Di bagian akhir pidatonya, ia mengatakan lebih dari 60 tahun laporan pertama tentang biofilm diterbitkan, perhatian terhadap infeksi terkait biofilm belum seperti yang diharapkan, terutama di Indonesia. Oleh karena itu, sudah sewajarnya pemahaman konsep fase pertumbuhan bakteri dan identifikasi bakteri dari sampel klinis harus diperbaharui. Menurutnya, fase pertumbuhan mikroba dalam bentuk biofilm sudah selayaknya menjadi perhatian para ahli mikrobiologi klinik dan klinisi.
“Demikian pula pengetahuan dan kesadaran tentang infeksi terkait biofilm perlu ditingkatkan secara global sehingga pengendalian resistensi antibiotik dan HAIs di masa mendatang bisa dilakukan dengan lebih komprehensif,” paparnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto