Kebutuhan akan gelatin dan kolagen dalam berbagai hal terus mengalami peningkatan baik untuk kebutuhan pangan, farmasi dan kesehatan. Namun demikian, produk gelatin dan kolagen yang beredar di pasaran didominasi produk impor. Oleh karena itu, pengembangan kolagen dan gelatin domestik harus diupayakan terutama yang bersumber pada hewan kambing dan sapi lokal dengan kualitas yang lebih baik, bahkan memiliki potensi untuk bahan pangan farmasi seperti agen antioksidan dan antihipertensi.
Hal itu dikemukakan oleh Dosen Fakultas Peternakan UGM, Prof. Ir. Yuny Erwanto, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM., pada pidato pengukuhan jabatan guru besar dalam bidang Teknologi Hasil Ternak pada Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Selasa (29/6), di Balai Senat UGM.
Yuny mengutip laporan dari Reportlinker Internasional bahwa pada tahun 2020, produksi gelatin dunia mencapai 516,8 metrik ton dan diperkirakan akan mencapai 696,1 metrik ton pada tahun 2027. Meningkat 4,3 persen setiap tahun dengan persentase terbesar dari kulit babi 42,9 %, didudul kulit sapi 28,7% dan tulang hewan sebesar 24,9 persen dan sisanya dari bahan lainnya.
Sementara menurut Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 ini pemotongan sapi di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 1,1 juta ekor. Dengan jumlah tersebut diperkirakan total kulit yang dihasilkan mencapai 33.067 ton. Dari jumlah itu bisa diproduksi gelatin hingga 3.300 ton. Sementara tulang yang dihasilkan 57.317 bisa memproduksi gelatin hingga 4.580 ton. “Potensi tersebut cukup untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sebab, menurut BPS impor gelatin Indonesia pada tahun 2019 mencapai 4.808 ton dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,” kata Yuni.
Ia menjelaskan gelatin adalah polipeptida yang diperoleh melalui hidrolisis kolagen yang merupakan kandungan terbesar pada kulit, tulang dan jaringan penghubung hewan. Gelatin pada umumnya dibuat dari limbah yang dihasilkan dari pemotongan hewan dan yang paling umum berasa dari kulit dan tulang. Penggunakan kulit sebagai sumber untuk menghasilkan kolagen dan gelatin pada saat ini tidak menjadi tujuan utama dan kulit dengan kualitas yang baik biasanya digunakan sebagai bahan penyamakan kulit yang harga jualnya bernilai ekonomis tinggi.
“Kebutuhan akan produk derivatif dari hasil ikutan ternak seperti gelatin dan kolagen ini terus meningkat, namun kebutuhannya dipenuhi dari impor,” katanya.
Pengembangan gelatin dan kolagen dari hewan lokal dan pemanfaatannya pada bidang pangan dan kesehatan menurutnya dengan cara melakukan isolasi gelatin dan kolagen dengan metode preparasi dan curing dengan penambahan asam, basa dan secara enzimatik. Secara garis besar, tahapan produksi gelatin dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni tahap persiapan bahan baku, tahap konversi kolagen menjadi gelatin dan tahap pemurnian serta pengeringan gelatin.
“Proses pembuatan dan jenis bahan baku yang berbeda pada pembuatan gelatin akan memengaruhi mutu dan komposisi gelatin yang dihasilkan misalnya kekuatan gel, viskositas, dan komposisi,” paparnya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto: Firsto