Mahasiswa Program Doktor Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Dita Maria Virginia, melakukan penelitian terkait pengaruh variasi genetik PRKAA2 terhadap efektivitas terapi metformin dan risiko penyakit kardiovaskular pada pasien Diabetes Melitus Tipe II (DMT2).
Penelitian ini dilakukan terhadap subjek penelitian dari 10 puskesmas di Kabupaten Sleman, sebagai disertasi untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan.
“Terapi yang direkomendasikan sebagai lini pertama DMT2 adalah metformin. Namun, pengaruh terapi metformin pada DMT2 dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular masih menjadi perdebatan,” paparnya dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor, Selasa (3/8).
Ia menerangkan, pasien diabetes melitus tipe 2 memiliki risiko 2 – 4 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular aterosklerosis merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas tertinggi pada pasien DMT2 dan kini menjadi salah satu pertimbangan dalam pemberian terapi.
PRKAA2, gen pengkode AMPKα2, menurutnya menjadi salah satu target penelitian farmakogenetik terkait farmakodinamika metformin yang menarik untuk diteliti. Hal ini karena mekanisme aksi metformin sebagai obat antidiabetes oral melalui aktivasi AMP activated protein kinase (AMPK), baik secara dependen maupun independen.
Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan adanya hubungan antara variasi genetik rs2796498, rs9803799, dan rs2746342 pada PRKAA2 dengan risiko DMT2.
“Namun demikian, belum ada penelitian yang mengobservasi efek variasi genetik PRKAA2 terhadap efektivitas terapi metformin dan risiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis 10 tahun mendatang,” kata Dita.
Penelitian yang ia lakukan menyimpulkan, di antaranya bahwa monoterapi metformin pada pasien DMT2 di Puskesmas Kabupaten Sleman, dengan dominasi partisipan perempuan, mampu menurunkan HbA1c minimal 1% pada 47,7% pasien dan efektif menurunkan HbA1c menjadi < 7% pada 15% pasien.
Selain itu, pasien DMT2 dengan monoterapi metformin di Puskesmas Kabupaten Sleman, dengan 73,8% partisipan adalah perempuan, 62,6% mempunyai risiko rendah penyakit kardiovaskular aterosklerosis 10 tahun mendatang.
Oleh karena itu, beberapa saran untuk penelitian selanjutnya meliputi perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait eksplorasi peran variasi genetik PRKAA2 terhadap ekspresi protein AMPK terhadap mekanisme metformin dan metabolisme glukosa.
Ia menambahkan, penelitian dengan fokus efektivitas metformin membutuhkan evalusi kejadian hipoglikemia pada keseharian pasien, pengukuran perbedaan BMI melalui pengukuran sebelum dan setelah terapi metformin, standarisasi regimen dosis metformin oleh dokter dalam penelitian, dan analisis komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.
Penulis: Gloria