Tingkat keberhasilan pengobatan kanker hingga saat ini masih rendah. Hanya sekitar 30 persen pasien kanker yang berhasil sembuh ketika menjalani pengobatan.
Di antara masalah utama dalam pengobatan kanker adalah timbulnya resistensi sel kanker terhadap antikanker yang tersedia dan munculnya efek samping yang serius akibat target aksi antikanker yang tidak spesifik. Sebagian besar antikanker juga menyerang 3 sel normal yang berdampak timbulnya efek samping tersebut.
“Kanker payudara masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia dengan morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi,” ujar Fikri Febriansyah, S.Farm., M.Sc., Apt saat menempuh ujian program doktor di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, Rabu (11/8).
Menurut Febri, masalah utama dalam pengobatan kanker adalah terjadinya resistensi terhadap antikanker dan timbulnya efek samping yang cukup serius akibat kemoterapi. Kebutuhan akan antikanker yang sensitif dengan mekanisme kerja yang spesifik sangat diperlukan.
“Salah satu penghasil molekul baru antikanker yang potensial untuk dikembangkan adalah metabolit sekunder yang dihasilkan oleh aktinomisetes,” katanya.
Mempertahankan disertasi Isolasi Senyawa Aktif Dari Streptomyces sp. GMY01 dan Uji Sitotoksik Pada Sel Kanker Payudara Secara In Vitro dan In Silico, dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menyebut penelitian sebelumnya terkait aktinomisetes ini membuktikan bahwa ekstrak metanol kultur Streptomyces sp. GMY01 dari pantai Krakal, Gunung Kidul mempunyai aktivitas sitotoksik sangat kuat pada sel kanker payudara MCF-7 dan T47D dengan nilai IC50 sebesar 0,6 dan 1,3 ug/mL. Oleh karena itu, penelitian tersebut ia lanjutkan dalam rangka melakukan isolasi dan identifikasi senyawa antikanker payudara yang dihasilkan oleh isolate bakteri Streptomyces sp. GMY01 tersebut.
“Karenanya dalam penelitian ini saya melakukan isolasi dan identifikasi senyawa aktif antikanker payudara dari isolat bakteri Streptomyces sp. GMY01,” ucapnya.
Tahap pertama dilakukan optimasi metode fermentasi dari bakteri Streptomyces sp. GMY01 untuk mengetahui metode terbaik untuk fermentasi dari bakteri tersebut menggunakan analisis kemometrik. Isolat Streptomyces sp. GMY01 selanjutnya difermentasi kembali dalam volume yang lebih besar menggunakan metode fermentasi terpilih berdasarkan hasil analisis kemometrik untuk mendapatkan ekstrak metanol yang cukup untuk keperluan isolasi.
Ekstrak metanol selanjutnya dilakukan frakasinasi dan isolasi menggunakan metode bioassay guided isolation untuk mendapatkan senyawa aktif antikanker payudara. Senyawa aktif selanjutnya ditentukan strukturnya menggunakan spektroskopi UV/Vis, Fourier transform-Infrared (FTIR), liquid chromatography-mass spectroscopy (LC-MS), 1H-NMR dan 13C-NMR.
Tahap selanjutnya, dilakukan pengkajian mekanisme aksi secara molekuler dari senyawa aktif hasil isolasi. Uji in vitro dilakukan dengan metode flowcytometry untuk melihat perubahan siklus sel akibat perlakuan senyawa isolat, dan metode imunositokimia untuk melihat adanya modulasi ekspresi beberapa protein target pada sel MCF-7 akibat perlakuan senyawa uji. Secara in silico dilakukan analisis molecular docking menggunakan software Autodock Vina antara isolat senyawa aktif terhadap beberapa protein target untuk mengonfirmasi hasil dari uji in vitro.
“Hasil penelitian terkait optimasi metode kultur berdasarkan analisis kemometrik diketahui bahwa metode kultur menggunakan media Starch Nitrate Broth (SNB), wadah erlenmeyer biasa dan waktu kultur selama 5 hari menunjukkan hasil dan aktivitas sitotoksik yang terbaik dibandingkan dengan metode kultur yang lain,” ungkapnya.
Hasil isolasi senyawa aktif pada ekstrak metanol bakteri Streptomyces sp. GMY01 diketahui bahwa senyawa aktif antikanker pada ekstrak tersebut berupa senyawa mannotriose. Isolat senyawa mannotriose mempunyai nilai IC50 sebesar 5,6 ug/ml pada sel kanker MCF-7 dan IC50 sebesar 687 ug/ml pada sel normal Vero.
Dari hasil uji flowcytometry diketahui bahwa senyawa isolat mannotriose dapat menghambat siklus sel kanker MCF-7 pada fase G2/M. Hasil analisis imunositokimia diketahui bahwa isolat senyawa mannotriose mampu menghambat ekspresi protein Bcl-2, COX-2, Cyclin D1, Cyclin E dan mampu meningkatkan ekspresi protein p53 pada sel MCF-7. Hasil molecular docking diketahui bahwa senyawa isolat mempunyai afinitas ikatan yang kuat pada protein Bcl-2, COX-2, Cyclin D1, Cyclin E dan VEGF dibandingkan dengan beberapa senyawa pembanding yang lain.
“Sehingga hasil penelitian ini dapat menyimpulkan senyawa isolate mannotriose dapat menghambat pembelahan dan perkembangan sel kanker payudara MCF-7 dengan menghambat fase G2/M dan memacu terjadinya apoptosis, serta mempunyai selektivitas yang baik pada sel normal sehingga dapat menjadi kandidat senyawa antikanker potensial pada kanker payudara,” terangnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ia berharap isolat senyawa aktif mannotriose dapat menjadi alternatif pengobatan penyakit kanker payudara khususnya pada penghambatan fase G2/M. Isolat senyawa mannotriose memiliki aktivitas sitotoksik yang sangat kuat pada sel kanker payudara MCF-7 dan mempunyai tingkat toksisitas dan selektivitas yang baik pada sel normal Vero.
“Hal ini tentu menjadi prospek yang bagus untuk pengembangan agen antikanker yang poten dan mempunyai tingkat keamanan yang baik bagi pasien yang diterapi menggunakan isolat senyawa tersebut. Meski begitu, penelitian ini masih perlu dilanjutkan pada fase berikutnya sampai kepada uji klinik dan diharapkan mendapatkan hasil uji yang baik sehingga menjadi harapan baru pengobatan penyakit kanker payudara,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho