Keselamatan pasien menjadi isu global setelah The Institute of Medicine (IOM) melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 44.000–98.000 orang meninggal dunia akibat kesalahan medik di Amerika Serikat. Semenjak terbitnya laporan tersebut, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan keselamatan pasien.
“Pada dunia kedokteran umum, salah satu upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien adalah dengan mengimplementasikan beberapa intervensi secara bersamaan (bundle),” kata drg. Pipiet Okti Kusumastiwi, M.P.H., saat ujian terbuka Program Doktor FKKMK UGM secara daring Rabu (18/8).
Pipet pun melakukan penelitian terkait implementasi Dental Safety Procedurr Bundle (DSPB). Penelitian dilakukan di RSGM UGM dan RSGM UMY Yogyakarta untuk menilai efektivitas implementasi DSPB dalam menurunkan insiden keselamatan pasien pada odontektomi gigi molar ketiga rahang bawah impaksi atau pencabutan gigi geraham bungsu.
Ia mengatakan penelitian ini penting dilakukan karena tingginya risiko insiden keselamatan pasien di bedah mulut disebabkan karena prosedur bedah mulut yang cukup kompleks. Mengutip penelitian Anzai, dkk, 2020 disebutkan bedah mulut merupakan salah satu bidang spesialisasi Ilmu Kedokteran Gigi yang memiliki insiden keselamatan pasien yang tertinggi.
Tak hanya itu dia memaparkan dari penelitian sebelumnya oleh Heryono, dkk, 2012 diketahui komplikasi pascaodontektomi di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian di luar negeri yaitu 38,60 persen.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Pipiet diketahui implementasi Dental Safety Procedure Bundle terbukti dapat secara bermakna menurunkan insiden keselamatan pasien odontekomi gigi molar ketiga rahang bawah impaksi di RSGM selama odontektomi dan pada hari ketiga pascapencabutan. Penurunan tersebut secara klinis juga terdapat pada hari ketujuh pasca pencabutan.
“Pada tahap praimplementasi, hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa prosedur keselamatan pasien di kedua rumah sakit telah dilaksanakan. Kendati begitu, kepatuhan dan pemahaman tenaga kesehatan tentang keselamatan pasien masih perlu ditingkatkan,”paparnya Dosen UMY ini.
Ia menambahkan dalam pemilihan penyakit sistemik untuk clinical reminder sebaiknya disusun berdasarkanModified NPSA Risk Matrix Score. Adapun prioritas penyakit sistemik yang perlu dipertimbangkan dalam odontektomi dan telah disusun clinical reminderdiabetes mellitus dan hipertensi.
Temuan lain menunjukkan dari implementasi DSPB di RSGM di Yogyakarta mengalami beberapa hambatan pada awal implementasinya. Namun, dengan dukungan dari manajemen rumah sakit berupa penyediaan fasilitas, pembuatan standar prosedur operasional, dan monitoring yang baik, DSPB dapat berjalan dengan baik dan lancar.
“Untuk meningkatkan keselamatan pasien, dalam implemntasi DSPB seyogianya kedepan juga dilengkapi dengan clinical reminder dan mengkombinasikan surgical safety checklist pada rekam medis elektronik,”tuturnya.
Penulis: Ika