Bayi yang lahir prematur biasanya menunjukkan gangguan pertumbuhan setelah lahir. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat risiko jangka panjang bagi bayi menderita penyakit tidak menular di masa dewasa seperti diabetes mellitus, obesitas, hipertensi atau penyakit jantung koroner, dan lainnya.
Dokter spesialis anak sekaligus Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKKMK UGM, dr. Tunjung Wibowo, Sp. A(K)., M.P.H., mengatakan sejumlah studi epidemiologi juga menunjukkan bahwa ada perbandingan terbalik antara ukuran saat lahir dan kejadian penyakit kronis di kemudian hari. Berat badan lahir rendah yang disebabkan oleh pertumbuhan janin yang mengalami hambatan dalam rahim (intrauterin) lebih terkait dengan penyakit kronis di masa dewasa daripada yang disebabkan oleh prematuritas. Bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin akan lahir kecil untuk usia kehamilan (SGA) bayi, sedangkan bayi SGA berisiko tinggi terkena penyakit kronis saat dewasa.
Tunjung menyebutkan bahwa upaya mengejar pertumbuhan akibat adanya hambatan pertumbuhan pasca kelahiran dihipotesiskan sebagai kunci mekanisme yang mendasari penyebab penyakit kardio-metabolik kronis di masa depan. Ia pun melakukan penelitian untuk mengetahui apakah peningkatan massa lemak (FM) yang tidak proporsional selama mengejar pertumbuhan juga dapat berkontribusi pada konsekuensi metabolisme selanjutnya dari kelahiran prematur. Selain itu, untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi perubahan komposisi tubuh bayi prematur saat mencapai waktu kelahiran normal (aterm) usia yang dikoreksi.
Melakukan penelitian pada 208 bayi dengan berat lahir 1.000 gram di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito ia membandingkan komposisi tubuh bayi prematur ketika mereka mencapai usia koreksi waktu kelahiran normal (aterm) dengan komposisi tubuh bayi cukup bulan saat lahir. Hasilnya diketahui pada usia koreksi aterm, sesuai masa kehamilan (AGA), dan kecil masa kehamilan (SGA) prematur secara signifikan lebih ringan dan lebih pendek tetapi memiliki lebih banyak persen massa lemak daripada AGA aterm saat lahir.
“Saat lahir, berat badan ibu pra-kehamilan, berat lahir, dan pertumbuhan intrauterin juga berpengaruh signifikan terkait dengan persen massa lemak bayi prematur,” ungkapnya saat ujian terbuka Program Doktor FKKMK UGM secara daring, Rabu (25/8).
Temuan lain menunjukkan pertambahan berat badan setelah kelahiran menjadi faktor risiko independen untuk akumulasi lemak pada usia terkoreksi.
Penulis: Ika