Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi salah satu persoalan utama kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan untuk menekan kasus DBD, tetapi belum berjalan optimal mengingat masih tingginya angka kasus di tanah air.
“Salah satu faktor penyebab belum optimalnya pengendalian DBD dikarenakan peran masyarakat yang masih rendah di dalamnya,” kata Tri Wahyuni Sukesi, S.Si., M.P.H., saat ujian terbuka Program Doktor FKKMK UGM secara daring, Rabu (8/9).
Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan pun melakukan penelitian untuk menganalisis efektivitas pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengendalian DBD. Penelitian terhadap pemberdayaan masyarakat dilakukan khususnya melalui kader jumantik rumah mandiri (KJRM) dengan aplikasi ovitrap di Sleman, DIY.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan sampel 267 KK di Dusun Patukan (intervensi) dan 219 KK di Dusun Sorogenen 2 (kontrol) dengan subjek penelitian adalah kepala dusun, kader jumantik yang bertugas di dusun dan petugas kesehatan lingkungan puskesmas. Kedua dusun merupakan daerah endemis DBD di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Intervensi yang diberikan adalah kader jumantik rumah mandiri (KJRM) dengan aplikasi ovitrap. Data kualitatif digunakan untuk melengkapi data kuantitatif.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat dengan metode KJRM dengan aplikasi ovitrap efektif untuk membantu upaya pengendalian DBD,” terangnya.
Tri Wahyuni mengatakan dengan proses pemberdayaan yang dilakukan dapat memberikan kontribusi dalam upaya pengendalian DBD di daerah endemis mulai dari tingkat dusun dan dengan melibatkan Puskesmas dan Pemerintah Desa. Ia berharap upaya pengendalian DBD berbasis masyarakat ini dapat direplikasi dengan mudah di berbagai wilayah Indonesia lainnya.
Penulis: Ika
Foto: Dinkes.wonogirikab.go.id