Hipertensi tidak dapat dikendalikan disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik, konsumsi garam berlebihan, riwayat merokok, dan lainnya, menjadi faktor risiko utama terjadinya stroke. Faktor risiko ini dapat dikendalikan antara lain dengan menjaga pola hidup sehat yang meliputi gizi seimbang, mempertahankan berat badan ideal, olahraga teratur, berhenti merokok dan menghindari konsumsi alkohol.
Penelitian yang dilakukan mahasiswa program doktor FK-KMK UGM, Arif Setyo Upoyo, menunjukkan bahwa edukasi kelompok atau peer group education menjadi salah satu hal yang berpengaruh terhadap perilaku perawatan diri penderita hipertensi untuk mencegah stroke.
“Saran untuk masyarakat khususnya penderita hipertensi adalah meningkatkan kepatuhan pengobatan dan membentuk kelompok hipertensi sebagai tempat saling berbagi atau bertukar informasi, memberi motivasi, dan memantau untuk meningkatkan perilaku atau gaya hidup yang sehat,” jelasnya.
Hal ini ia sampaikan dalam Ujian Terbuka yang diselenggarakan secara daring, Selasa (14/9). Dalam kesempatan ini, ia memberikan paparan terkait disertasinya yang berjudul “Pengaruh Peer Group Education Terhadap Perilaku Self-care Penderita Hipertensi Untuk Pencegahan Stroke di Kabupaten Banyumas”.
Arif menjelaskan, edukasi secara kelompok perlu dikembangkan karena memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan perilaku.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap sejumlah pasien hipertensi primer di Kabupaten Banyumas, metode ini efektif menurunkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik serta meningkatkan pengetahuan, efikasi diri , motivasi, dan perilaku perawatan diri .
“Pada kelompok intervensi pengetahuan, self-efficacy , motivasi dan perilaku self-care meningkat signifikan, sedangkan pada kelompok kontrol pengetahuan juga mengalami peningkatan yang signifikan, namun varibel self-efficacy , motivasi dan perilaku perawatan diri cenderung menurun,” terangnya.
Di daerah pedesaan ia menemukan pengetahuan tentang risiko stroke serta perilaku pencegahan stroke yang tidak adekuat pada pasien hipertensi.
Hambatan pengetahuan pencegahan stroke antara lain, kurang informasi, keyakinan kurang perilaku berisiko yang salah, pengobatan yang tidak teratur, serta kurangnya dukungan lingkungan.
Lebih lanjut ia menjelaskan, peningkatan perilaku perawatan diri pada kelompok intervensi dapat disebabkan oleh peningkatan pengetahuan, efikasi diri , dan motivasi setelah dilaksanakan peer group education pada kelompok intervensi.
Kelompok edukasi menjadi support system yang berperan sebagai fasilitator, tempat sharing, role model , monitoring, dan motivator bagi anggota kelompok hipertensi.
Di Indonesia sendiri, kegiatan pengelolaan penyakit kronis selama ini dilakukan secara individu dan kelompok baik secara swadaya maupun kerjasama lintas sektoral, misalnya berupa pembinaan terpadu maupun program pengelolaan penyakit kronis yang dikelola Dinas Kesehatan.
Petugas kesehatan khususnya di masyarakat atau puskesmas perlu memfasilitasi pembentukan kelompok-kelompok hipertensi, memberikan edukasi secara komprehensif pada penderita hipertensi, serta memberdayakan kelompok hipertensi dalam meningkatkan perilaku hidup sehat untuk pengendalian tekanan darah dan pencegahan stroke.
Penulis: Gloria