Universitas Gadjah Mada dideklarasikan sebagai Health Promoting University (HPU) pada 19 Juli 2019 sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan kampus sehat bagi seluruh sivitas akademika. Tujuh tema HPU UGM meliputi aktivitas fisik, pola makan sehat, kesehatan mental, literasi kesehatan, zero tolerance narkorba, tembakau dan alkohol, zero tolerance kekerasan, perundungan dan pelecehan, serta pembentukan lingkungan hidup sehat, aman dan disabled friendly.
Hubungan beracun (toxic relationship) merupakan salah satu isu dalam tema HPU UGM yaitu kesehatan mental dan zero tolerance kekerasan, perundungan dan pelecehan. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dra. R.A. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D (Psikolog, Ketua Health Promoting University UGM & Guru Besar FKKMK UGM) dalam seminar daring yang diadakan oleh KMK Pascasarjana UGM pada Sabtu, (25/9).
Yayi memaparkan bahwa dalam literatur, hubungan beracun dikenal dengan relationship abuse, yaitu hubungan yang disalahgunakan dan menimbulkan akibat yang kurang menyenangkan secara emosional, sosial, fisik dan seksual.
“Hubungan beracun kadang tidak disadari baik dalam berteman, berelasi (bila telah bekerja) dan berpacaran yang tidak sehat. Jadi, hubungan beracun tidak hanya untuk suami istri dan berpacaran. Hubungan ini hanya menguntungkan satu pihak, merugikan diri sendiri dan bisa merugikan orang lain (kalau kita sebagai pelaku),” ucapnya.
Yayi menjelaskan bahwa Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan tahun 2019 menunjukkan bahwa terdapat 13.568 kasus kekerasan. Sebagian diantaranya, yaitu 2.073 kasus kekerasan dalam hubungan berpacaran.
Selanjutnya Yayi menyampaikan klasifikasi pola dalam hubungan beracun.
“Dalam jurnal semiotika, ada yang mengklasifikasi pola hubungan beracun. Pertama, secure attachment. Jadi merasa tidak nyaman jika tidak ada dia. Kedua, cemas ambivalen. Hubungan beracun berada di antara perasaan senang dan takut. Seharusnya tidak ada perasaan itu kalau berada di dekat orang yang dicintai, namun hanya ada perasaan nyaman. Ketiga, cemas menghindar. Ini adalah hubungan yang sebenarnya kita ingin menghindar tetapi merasa tidak enak karena mungkin terus dicari,” ujarnya.
Perilaku toxic menurut Yayi dapat dikenali dengan beberapa ciri, yaitu terlalu sibuk dengan dunia maya, terus mengkritik, mengekspresikan ketidaksukaan secara tak langsung, menghindari hubungan emosional dengan orang lain, dan menyembunyikan masalah.
Sedangkan tanda-tanda hubungan beracun menurutnya adalah memanipulasi orang lain, tidak konsisten, tidak mau meminta maaf, tidak punya sifat empati dan simpati, dan hanya mau senangnya saja.
Terakhir, Yayi menjelaskan bahwa hubungan beracun dapat mengakibatkan cemas dan stres, mempunyai masalah kepercayaan, kesehatan mental yang terganggu, gangguan dalam kehidupan sehari-hari, serta trauma, tidak nyaman dan tidak aman (insecure).
Oleh karena itu, Yayi menyampaikan cara mengatasi dan mencegah agar kita tidak terjebak dalam hubungan beracun adalah dengan berbicara. Pertama, berbicara secara efektif. Artinya, pembicara dan penerima mengerti pesan yang disampaikan. Kedua, secara asertif. Asertif berarti rasional, menyatakan secara langsung yang diingikan, menghargai dan memahami orang lain.
“Asertif artinya tegas, berterus terang dan kalau bisa secara definitif diucapkan. Misalnya mengucapkan kalau kita tidak suka dibatasi untuk bermain dengan orang lain. Kalau kita sudah berbicara, namun masih saja terjadi, sebaiknya berpikir panjang untuk tetap menjalin hubungan dengan orang tersebut terutama jika ingin melanjutkan hubungan ke pernikahan. Dalam psikologi pola perilaku, perulangannya ada sehingga harus dipikirkan kembali,”katanya.
Penulis: Desy