Berbicara teknologi informasi dan proses bisnis dalam organisasi saat ini telah banyak TIK dimanfaatkan oleh entitas bisnis. Teknologi tersebut ada yang sifatnya berwujud seperti server dan komputer, tetapi ada juga yang sifatnya tidak berwujud semisal aplikasi.
Faktor ketersediaan TIK yang semakin canggih dan dorongan perusahaan untuk memenangkan persaingan telah menjadikan pemanfaatan TIK tidak hanya menjadi enabler tetapi telah menjadi semacam “faktor produksi” yang sifatnya “wajib”. Jika perusahaan tidak menerapkan TIK maka pesaingnya yang akan menerapkan terlebih dahulu.
“Tidak mengherankan kalau banyak entitas bisnis kemudian yang menerapkan Teknologi Informasi dan Komunikasi ini,” ujar Prof. Didi Achjari, SE., M.Com., Akt saat menyampaikan pidato “Dampak Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Relevansi Informasi Akuntansi” saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Selasa (12/10).
Tingginya persaingan kalangan perusahaan dalam menggunakan dan berinvestasi di teknologi informasi mendorong munculnya inovasi baru dalam bentuk barang atau jasa. Perusahaan digital adalah perusahaan yang memanfaatkan berbagai bentuk TIK secara luas di berbagai aspek kegiatan perusahaan, misal pemasaran, komunikasi manajemen internal, layanan pelanggan, analisis data, dan knowledge management (KM).
Munculnya perusahaan digital, kata Didi, bisa berasal dari perubahan perusahaan konvensional, brick and mortar misalnya dengan menerapkan Enterprise Resource Planning (ERP). Ada pula yang sejak berdiri telah menjadi perusahaan digital, seperti di sektor tranportasi atau ride-share (Gojek, Grab), perjalanan (Traveloka, Tiket.com), hiburan (Netflix), retail dan perbelanjaan (Tokopedia, Bukalapak), akomodasi (ResDoorz, OYO) dan keuangan (Amartha, Investree).
“Kehadiran TIK memang bisa memberikan dampak positif kepada entitas bisnis. Dari beberapa penelitian memperlihatkan banyak manfaat dari TIK, antara lain penghematan biaya dan peningkatan pendapatan,”ucap Dekan FEB UGM itu.
Lebih lanjut, kata Didi, TIK bisa menjadi media untuk membangun jejaring bisnis, memperluas skala ekonomi, meningkatkan efisiensi produksi dan menjadi alat keunggulan perusahaan. Karenanya tidak mengherankan bila pabrik, mesin, tanah, kendaraan dan bangunan pada perusahaan manufaktur tidak lagi menjadi sumber keunggulan perusahaan. Aset berwujud tersebut belum tentu bisa mendatangkan manfaat ekonomi yang lebih banyak dibanding aset tidak berwujud.
“Dalam konteks perusahaan digital mereka tidak hanya bersaing dengan menggunakan aset berwujud tetapi juga Aset Tidak Berwujud (ATB) seperti perangkat lunak terintegrasi, platform bisnis daring, model bisnis yang unik, struktur organisasi yang memungkinkan beroperasi secara lincah di tingkat global, pemanfaatan big data dan sumber daya manusia yang kompeten,” tuturnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto