Dosen Fakultas Psikologi UGM, Prof. Dr. Avin Fadilla Helmi, M.Si., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Psikologi Sosial pada Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Pada pidato Pengukuhan Guru Besar yang berlangsung di Balai Senat UGM, Kamis (21/10), ia menyampaikan pidato yang berjudul Aspek-aspek Psikologis Interaksi Sosial di Ruang Siber. Avian Fadilla Helmi menegaskan perkembangan teknologi digital yang pesat memberikan dampak pada kehidupan dan perilaku manusia di ruang siber (cyberspace). Kondisi ini mendorong munculnya subdisiplin baru dalam Psikologi, yaitu Cyberpsychology. Bidang ilmu ini merupakan studi perilaku manusia dalam konteks interaksi manusia dan internet. Interaksi sosial di ruang siber ini telah menggeser interaksi yang semula bersifat hubungan langsung menjadi hubungan tidak langsung melalui perantara teknologi digital.
Selain untuk memenuhi kebutuhan berkaitan dengan kodrat sebagai makhluk sosial dengan melakukan interaksi sosial, teknologi digital menjadi pilihan yang tidak dapat dihindarkan untuk membangun interaksi antar manusia sebagai solusi di banyak masalah. Namun demikian, perlu juga sikap waspada terhadap penggunaan berlebih yang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan dan kesejahteraan psikologis. Sebab, teknologi digital memberikan ruang berekspresi bebas tanpa rintangan karena adanya fitur anonimitas, asynchronous, dan aksesibilitas. Namun demikian, di balik kebebasan ekspresi diri, faktor keterikatan diri terhadap kehadiran orang lain sering kali dilupakan sehingga fenomena presentasi diri yang berlebih (ngeksis) sering terjadi. “Jejak digital ngeksis terekam sepanjang masa dan terkadang kurang menguntungkan di masa depan sebagai bentuk identitas diri,”katanya.
Di ruang siber, kata Avin, penggunaan prinsip anonimitas menyebabkan identitas diri tidak diketahui orang lain. Dengan fitur asynchronous warganet mempunyai kesempatan untuk dapat mengedit dan membuat foto unggahan yang lebih baik agar citra dirinya menarik. Apabila yang kita posting tersebut mendapatkan respons emotikon like atau komentar yang positif maka hal ini dapat menjadi umpan balik yang memotivasi seseorang untuk lebih mengungkapkan dirinya. Namun, keasyikan eksplorasi di ruang siber, ditambah fitur-fitur yang beragam, memberikan kepuasan bagi penggunanya, sekaligus menimbulkan rasa penasaran atau sering diistilahkan sebagai kepo (knowing every particular object). Kebiasaan kepo menyebabkan muncul perasaan takut ketinggalan informasi, dalam bahasa gaul disebut sebagai kudet atau kurang update. Bila fenomena kudet ini terus berlangsung, akhirnya menimbulkan ketakutan dan mengalami FoMO (fear of missing out). “FoMO merupakan suatu kondisi psikologis cemas, ketika seseorang merasa tidak terlibat atau tidak diajak dalam aktivitas yang bermakna,”paparnya,
Dari sisi aspek-aspek psikologis interaksi sosial di ruang siber yang merupakan kombinasi atau interaksi antara kompetensi diri di era digital, antara lain adaptabilitas dan agilitas dengan fitur-fitur teknologi digital melalui anonimitas, asinkron, aksesibilitas, dan jejak digital yang tidak dapat dihapus. Apabila kita mampu mengoptimalkan kompetensi diri dalam menggunakan fitur-fitur teknologi digital dengan tepat, menurut Avin justru bisa mendorong ke arah yang lebih positif dan sejahtera.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Firsto