Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, menjadi tuan rumah penyelenggaraan gelaran ke-12 Konvensi Nasional Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII). Vennas AIHII tahun 2021 mengusung tema “Mengarusutamakan the Global South: Reorientasi Studi Hubungan Internasional Indonesia”.
Dr. Muhammad Rum selaku ketua panitia menyatakan gelaran ke-12 dari Konvensi Nasional Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia kali ini mengusung semangat the Global South. Konvensi diselenggarakan secara virtual dari Yogyakarta.
“Dari kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan, konvensi kali ini berusaha untuk menggemakan kembali solidaritas dan semangat Dunia Selatan dalam mewujudkan tata dunia yang berkeadilan, damai, dan beradab,” katanya, Senin (15/11).
Sebagai tuan rumah, Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada berkomitmen untuk menjadikan Bandung Spirit dan solidaritas negara-negara Selatan sebagai agenda reorientasi studi hubungan internasional. Ilmu Hubungan Internasional yang dikembangkan harus mampu merepresentasikan aspirasi untuk mendorong terciptanya keadilan dalam sistem politik internasional, memberdayakan kapasitas agensi negara-negara berkembang, dan mewujudkan visi kesejahteraan bersama.
“Inilah dasar dari tema Konvensi tahun 2021 ini, yaitu Mengarusutamakan the Global South: Reorientasi Studi Hubungan Internasional Indonesia. Berangkat dari komitmen politik para pemimpin negara-negara Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955, komitmen akademik dikuatkan kembali oleh para akademisi kali ini di Yogyakarta dalam satu prakarsa mengembangkan visi baru reorientasi studi Hubungan Internasional dengan perspektif Selatan,” terangnya.
Serangkaian agenda telah dipersiapkan dalam Vennas AIHII yang berlangsung selama 2 hari, 15-16 November 2021 mulai dari seminar, diseminasi publikasi, hingga sidang-sidang komisi. Dalam konvensi ini juga diselenggarakan bedah buku “The Global South: Refleksi dan Visi Studi Hubungan Internasional.
Dalam pembukaan konvensi, Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN.Eng., merasa bangga UGM menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konvensi Nasional ke-12 AIHII yang dilakukan sepenuhnya secara daring. Menurutnya, meski berada di tengah situasi keprihatinan menghadapi pandemi dengan segala macam tantangan, UGM senantiasa terus berupaya mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
“Semoga konvensi yang sepenuhnya dilakukan secara daring ini tidak mengurangi substansi dan semangat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,” katanya.
Menurut Rektor pandemi ini telah mengajari pada semua untuk melaksanakan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan bagaimana melakukan cara-cara baru untuk beraktivitas. Tema AIHII kali ini yaitu Mengarusutamakan The Global South, Reorientasi Studi Hubungan Internasional Indonesia merupakan tema yang relevan untuk diusung tahun ini.
Sebagaimana yang dipelajari dalam tradisi keilmuan barat, Ilmu Hubungan Internasional mulai dipelajari secara sistematis pertama kali pada tahun 1919, dan kini telah berlangsung satu abad yang menjadikan Ilmu Hubungan Internasional berkembang pesat. Ilmu Hubungan Internasional tidak lagi hanya mempelajari hubungan antar negara, tetapi telah berkembang lebih luas diantaranya mempelajari organisasi-organisasi internasional hingga aktor-aktor non negara.
Rektor menyebut berbagai ilmuwan besar dunia telah melahirkan aliran-aliran utama dalam Ilmu Hubungan Internasional, seperti realisme, liberalisme, konstruktivisme, teori-teori kritis hingga post modernisme. Para ilmuwan dan institusi pendidikan ternama di dunia juga telah berhasil mencatatkan berbagai sumbangan terhadap bangunan keilmuan Hubungan Internasional.
“Melihat hal tersebut, UGM terus mendorong agar kita yang berada di dunia selatan melakukan hal sama yaitu memberikan sumbangsih dan cara pandang perspektif ilmuwan Indonesia kepada dunia,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Dr. Asep Kamaludin Nashir, M.Si., selaku Ketua AIHII saat membuka Konvensi Nasional. Tema yang diangkat panitia dinilai sangat strategis karena dari Bandung Spirit dan solidaritas negara-negara selatan menjunjung Mengarusutamakan The Global South, Reorientasi Studi Hubungan Internasional Indonesia.
“Tentunya ini menjadi bukti bahwa sebagai satu bidang ilmu menjadi suatu kewajiban untuk berkembang dan mudah-mudahan tema ini akan terus menggeliat dan berkembang menjadi kajian-kajian yang kedepannya akan terus diminati,” katanya.
Sebagai bukti bahwa ilmu AIHII ini terus berkembang, kata Asep, dalam minggu-minggu ini ada beberapa pembicaraan atau diskusi soal HI Integratif atau Long Western Perspective. Tentunya perspektif-perspektif yang lahir nantinya sebagai bukti jika AIHII terus bergerak.
“Kita sebagai akademisi dan Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia sebagai organisasi akademik punya tanggung jawab besar untuk turut mengembangkan keilmuan HI yang tidak hanya jaya di langit tapi tentunya jaya di bumi,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho