Dalam rangka memperingati Dies ke-72 Universitas Gadjah Mada menggelar pementasan wayang kulit dengan lakon Pandawa Laku Dharma. Dalam pementasan yang diawali pemberian secara simbolis wayang Puntadewa kepada Ki Catur Kuncara ini berlangsung di Grha Sabha Pramana, Bulaksumur hari Kamis (16/12) malam hingga dini hari.
Tampak hadir dalam pentas wayang kulit kali ini GBPH Yudhaningrat didampingi Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN.Eng dan beberapa unsur pimpinan lainnya. Dalam pentas wayang kulit yang digelar secara luring terbatas dan daring ini diramaikan penampilan bintang tamu Dalijo dan duet Apri-Mimin.
Lakon Pandhawa Laku Dharma mengisahkan keprihatinan Pandhawa setelah kalah dalam peristiwa “kasukan dhadhu” (judi) yang dirancang Sang Maha Julig Patih Sengkuni dengan pertaruhan istana dan negara beserta isinya. Karena kekalahannya, Padhawa harus menerima nasib dibuang ke tengah hutan selama 12 tahun.
Mereka meninggalkan segala fasilitas dan kemewahan yang sebelumnya dinikmati. Dalam keprihatinan tersebut, Puntadewa mengingatkan kepada saudara-saudaranya untuk tetap melaksanakan dharmanya sebagai kesatria dengan tetap melakukan dharma sesuai dengan kondisinya.
Laku dharma berupa melindungi dan membangun karangpradesan di sekitar hutan, menjaga kelestarian hutan, dan ikut menjaga harmoni semua makhluk yang ada di dalamnya. Meski begitu, dalam laku dharmanya Pandhawa tidak dapat bekerja dengan tenang tanpa cobaan.
Memberi sambutan sebelum pementasan, Rektor UGM, Prof. Panut Mulyono, mengungkapkan Lakon Pandhawa Laku Dharma memuat simbol dan doa bahwa dalam keadaan prihatin sebagai civitas UGM dan sebagai ksatria bangsa harus tetap teguh untuk panggilan dharma untuk kemajuan bangsa dan negara. Wujud dharma bisa apa saja sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dimiliki untuk berbuat sesuatu demi bangsa Indonesia.
“Dalam kondisi prihatin baik karena pandemi, bencana alam, letusan Gunung Semeru, banjir dan gempa bumi, kita tidak boleh menjadikan lemah. Semua harus tetap membangun sinergi antar elemen bangsa guna mengatasi semua persoalan yang kita hadapi. Lakon Pandawa LakuDharma ini juga merupakan laku ruwatan bahwa yang diruwat adalah nafsu angkara yang menjadi sumber bencana sosial,” katanya.
Rektor merasa bersyukur karena belum lama UNESCO menetapkan gamelan sebagai warisan tak benda dunia. Hal ini tentu menjadi kabar gembira sekaligus pengakuan dunia bahwa seni tradisi yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan warisan budaya yang wajib terus untuk dilestarikan dan dikembangkan.
Rektor menilai dalam gamelan memuat nilai-nilai kerja sama dan toleransi yang guyub dan tanpa itu semua harmoni tidak akan terwujud dari orkestra gamelan itu sendiri. Banyak nilai-nilai utama dalam gamelan yang bisa diambil maknanya saat menghadapi pandemi saat ini.
Menghadapi pandemi secara global saat ini yang penting dan harus dijalani adalah melalui itu semua dengan kebersamaan. Menurut Rektor, tanpa keguyuban, tanpa sinergi, tanpa kerja sama tentu akan mengalami kesulitan mengatasi pandemi ini covid-19. Karena pandemi covid tidak biasa dan belum ada pengalaman sebelumnya.
“UGM sebagai universitas yang memiliki jati diri sebagai pusat kebudayaan selalu nguri-uri kebudayaan dengan menjalankan berbagai kegiatan terkait penampilan atau atraksi dan pengembangan budaya dan malam ini kita menggelar atau menampilkan wayang kulit yang bisa kita saksikan bersama,” tuturnya.
Penulis : Agung Nugroho