Angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Apalagi jika menggunakan standar PBB tercatat masih berada di atas 20 persen, bahkan secara fatual mendekati 30 persen.
Hal ini tentu menjadi perhatian banyak pihak, sebab berbicara stunting tidak hanya bicara soal kesehatan orang per orang tetapi berkaitan dengan generasi bangsa dan competiveness (daya saing) bangsa di masa mendatang. Merujuk penelitian Damayanti tahun 2018 menyebutkan 65 persen anak stunting memiliki tingkat kecerdasan atau IQ di bawah 90 (di bawah normal) dan 25 persen lainnya memiliki IQ di bawah 70 (keterbelakangan mental).
Sedangkan dalam hal kesehatan fisik, anak stunting lebih rentan terhadap berbagai penyakit degeneratife. Jika angka prevalensi stunting 30 persen berarti 1 dari 3 anak mengalami stunting, dan jika hal itu terjadi di Indonesia artinya dalam 30 tahun mendatang tingkat daya saing generasi bangsa menjadi rendah yang dicerminkan pada rendahnya IQ dan kualitas kesehatan fisik.
Oleh karena itu, diperlukan banyak sudut pandang dan intervensi dalam eradikasi stunting. Hal ini penting sebab stunting tidak hanya terjadi pada keluarga miskin tetapi juga pada keluarga kaya. Hasil kajian Widiastuti tahun 2018 mengungkapkan data bahwa 48,4 persen kasus stunting terjadi pada keluarga miskin, dan 29 persen lainnya terjadi pada keluarga kaya. Karenanya, setiap keluarga hendaknya diharapkan memiliki perhatian khusus pada 1000 hari kehidupan pertama, sejak dalam kandungan.
Untuk mengatasi stunting ini, peneliti dari Fakultas Peternakan UGM, Dr. Ir. Bambang Suwignyo, S.Pt, MP, IPM, ASEAN Eng, menawarkan salah satu cara melalui bahan makanan berupa telur dengan kandungan tinggi Fe dan Zn. Hal tersebut ia lakukan bukan dengan fortifikasi Fe dan Zn ke dalam telur melainkan dari inovasi pemberian pakan ayam.
Telur yang dihasilkan dari suatu sistem biologi ayam memerlukan waktu 25 jam. Oleh karena itu, nutrisi dalam pakan yang masuk ke dalam tubuh ayam dan menjadi unsur penyusun telur akan sangat berpengaruh terhadap kualitas gizi yang di kandung.
Bambang Suwignyo menuturkan riset ini merupakan hasil dari pelaksanaan skema hibah Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) Tahun 2021. Telur ini disebut Telur Alfalfa atau Telur Karib (Kacang Rabu BW) karena adanya unsur alfalfa atau nama yang terdaftar di Indonesia adalah Kacang Ratu BW disingkat Karib yang memiliki kandungan tinggi Fe dan Zn sehingga dapat digunakan untuk intervensi penanganan stunting.
“Hal tersebut dilandasi alasan bahwa salah satu penyebab terjadinya stunting karena tubuh mengalami kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi (Fe) dan Zinc (Zn) sehingga mengalami kondisi yang disebut kelaparan semu. Kekurangan asupan zat-zat gizi tersebut akan berakibat pada terhambatnya atau terganggunya pertumbuhan fisik pada anak sehingga anak dapat mengalami stunting,” ujarnya.
Penggunaan Telur Alfalfa atau Telur Karib sebagai program eradikasi stunting merupakan hasil kerja sama dengan Dr. Siti Helmyati, peneliti dari FKKMK UGM yang menjadi koordinator skema Prioritas Riset Nasional (PRN) tahun 2021. Program ini dilakukan dengan mengambil lokasi Puskesmas Tempel, Kabupaten Sleman dengan intenvensi pembagian telur untuk Ibu hamil.
Bambang menjelaskan asupan Fe dan Zn sangat di perlukan bagi ibu hamil maupun anak-anak dalam kaitan pencegahan terjadinya kasus stunting. Asupan Fe dan Zn ini dapat disediakan dalam berbagai bentuk termasuk salah satunya melalui bahan makanan berupa telur.
Hasil kajian sementara dari “setting” nilai gizi melalui pakan yang diberikan menunjukkan telur alfalfa lebih gurih dibanding telur lain yang ada di pasaran. Teestimoni dari ibu-ibu yang mengonsumsi Telur Alfalfa atau Telur Karib mengatakan telur alfalfa tidak amis, tidak neg (tidak bikin muntah) dan warna kuningnya lebih kuning (cenderung orange).
“Informasi ini saya kira masuk akal karena alfalfa memiliki kandungan Fe, Zn dan beta karoten yang tinggi sehingga berdampak para rasa bau dan warna kuning telurnya,” jelasnya.
Terkait penelitian ini, Siti Helmyati menambahkan pembagian dilakukan pada setiap hari jumat sejak beberapa bulan lalu sampai Januari 2022. Telur dipilih karena telur merupakan bahan makanan dengan gizi lengkap, mudah di konsumsi, bisa direbus atau di goreng, dan hampir setiap orang menyukai
Kepala Puskesma Tempel, M Widiharto, S.Gz menyatakan bahwa sangat terbantu dengan adanya program kerjasama intenvensi telur untuk ibu hamil. Program ini tentu sangat bermanfaat, dan harapannya nanti model ini dapat di evaluasi, disosialisaikan dan kemudian di terapkan di seluruh Kabupaten Sleman untuk penanganan stunting.
Penulis : Agung Nugroho