Istilah pertolongan pertama tidak hanya terdapat pada penyakit-penyakit fisik, namun penyakit atau gangguan jiwa juga memiliki istilah serupa yang biasa disebut dengan PFA (Psychological First Aid).
Hal tersebut disampaikan oleh Nurul Kusuma H, M.Psi., (Psikolog) dalam kuliah daring yang diselenggarakan oleh Center For Public Health (CPMH), Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada pada Jumat, (11/2).
Nurul memaparkan PFA adalah sebuah upaya atau tindakan untuk menolong dan mendukung secara psikologis seseorang yang sedang mengalami krisis dalam sebuah bencana. Krisis sendiri menurutnya adalah insiden atau peristiwa yang penuh tekanan yang dianggap luar biasa.
“Prinsip dasar yang perlu kita ketahui mengenai PFA adalah bahwa semua lintas usia, generasi, ketrampilan, jenis kelamin seharusnya mau dan mampu untuk menjadi penolong pertama. Baik keluarga, teman, kolega, atasan, staf semuanya bisa melakukan PFA. Bahkan, kalau mau ekstrem lagi, orang yang sedang terdampak krisis pada saat-saat tertentu bisa melakukan PFA kepada dirinya sendiri dan kepada orang-orang di sekitarnya,” papar Nurul pada Jumat, (11/2).
Ia menuturkan bahwa sederhananya PFA perlu dilakukan agar krisis tersebut tidak berkepanjangan. Kondisi orang yang mengalami krisis akan menjadi lebih baik jika merasa aman, terhubung dengan orang lain, tenang, memiliki harapan, memiliki akses dukungan (baik itu dukungan sosial, fisik, maupun emosional), dan merasa memiliki kontrol atas diri mereka.
Bentuk krisis yang mungkin membutuhkan PFA menurut Nurul antara lain pada seting bencana alam, situasi yang tiba-tiba atau mendadak (kerabat terdekat meninggal, terkena PHK), kesehatan (diagnosis penyakit tertentu misal terpapar Covid-19, kanker, dsb), perkembangan (perubahan fase perkembangan dalam hidup), dan psikologis (orang dengan masalah kesehatan jiwa/mental, orang yang mengalami distress).
Penulis: Desy