Prof. Ir. Diah Tri Widayati, M.P., Ph.D., IPM dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Reproduksi Ternak pada Fakultas Peternakan UGM. Dalam pengukuhan yang berlangsung di Balai Senat UGM, Selasa (29/3). Ia menyampaikan pidato berjudul Teknologi Reproduksi Sebagai Sarana Untuk Meningkatkan Kualitas Genetik Ternak.
Dalam pidato pengukuhannya, ia menyampaikan secara singkat soal perkembangan dan riset di bidang teknologi reproduksi, baik pada kajian fundamental maupun terapan. Mengingat begitu luasnya ruang lingkup bidang ini, maka iapun membatasi pada topik-topik yang relevan dengan riset yang ia lakukan meliputi inseminasi buatan, multiple ovulation embryo transfer dan fertilisasi in vitro.
Ia mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keragaman hayati. Indonesia memiliki berbagai ternak lokal yang sudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan di Indonesia. Ternak-ternak tersebut merupakan asset bangsa berharga untuk pengembangan potensi hewani.
Berbagai bangsa ternak lokal di setiap daerah antara lain sapi (Aceh, Pasundan, Jabres dll), kerbau (Pampangan, Badegur dll), kuda (Flores, Timor, Sandelwood dll), kambing (Samosir, Gembrong, Kejobong dll), domba (domba ekor tipis, domba ekor gemuk, Garut dll), ayam (Kedu, Ketawa, Merawang, Nunukan dll) dan itik (Alabio, Tegal, Mojosari dll).
“Ternak-ternak lokal tersebut merupakan sumber daya genetik ternak. Ternak-ternak tersebut telah hidup dan turun temurun berada serta dipelihara di alam Indonesia oleh para peternak lokal dengan kondisi setempat sehingga sudah beradaptasi dengan baik di alam Indonesia,” katanya.
Oleh karena itu, katanya, ternak lokal Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan dengan ternak impor. Ternak lokal Indonesia dapat beradaptasi dengan pakan sederhana, mampu berdaptasi terhadap iklim tropis, tahan gigitan serangga, serta mampu bereproduksi dan berproduksi yang baik karena seleksi alam.
“Mengingat berbagai keunggulan tersebut, ternak-ternak lokal Indonesia perlu dikembangkan serta dipromosikan sehingga dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan peternak khususnya dan masyarakat pada umumnya,” ucap Kepala Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan UGM.
Salah satu upaya yang kemudian dilakukan untuk mengembangkan keunggulan ternak lokal adalah dengan pemanfaatan teknologi reproduksi, dan inseminasi buatan (IB) merupakan inovasi yang menarik untuk dikembangkan untuk peningkatan produksi ternak. Sampai saat ini hanya IB yang telah diterapkan secara luas di Indonesia untuk sapi potong dan sapi perah.
Hal ini, menurut Diah Tri Widayati, dikarenakan masyarakat telah menyadari arti dan manfaat IB untuk meningkatkan produktivitas ternaknya, dan terbukti mampu menghasilkan pedet yang kualitas genetiknya lebih baik daripada induknya serta untuk efisiensi reproduksi. Sementara untuk program multiple ovulation embryo transfer (MOET) dan Fertilisasi In Vitro (IVF) masih dalam tahap pengembangan dan penelitian sehingga belum diterapkan secara luas di masyarakat.
“Selama 23 tahun saya mendalami penelitian tentang embrio in vitro (IVEP) pada sapi, mencit, domba dan kambing dapat menyimpulkan jika produksi embrio secara in vitro dapat diterapkan di Indonesia meski ada keterbatasan meliputi sumber oosit, keterbatasan medium untuk kultur embrio, dan perangkat inkubator dengan oksigen yang rendah,” terangnya.
Diah Tri menandaskan apabila keterbatasan tersebut dapat diatasi maka dapat menghasilkan embrio dalam jumlah banyak dan dapat disebarkan pada masyarakat melalui program transfer embrio maupun penelitian. Bagaimanapun teknologi IVEP ini cukup menjanjikan karena memiliki berbagai keunggulan.
Pertama, teknologi ini dapat menghasilkan embrio dalam jumlah banyak dan jika ditansfer akan dihasilkan kebuntingan yang lebih tinggi per unit waktu. Kedua, dapat diterapkan pada ternak gagal merespons perlakuan superovulasi.
“Ketiga, dapat digunakan untuk menyimpan potensi genetik ternak yang terkendala untuk produksi embrio secara konvensional,” ungkapnya.
Keempat, disebutnya semen dari pejantan yang berbeda dapat digunakan untuk membuahi oosit dari ovarium seekor betina dan berpotensi menjadi embrio. Kelima, oosit untuk IVEP dapat diperoleh dari ovarium donor hidup melalui ovum pick up (OPU) atau dari ovarium yang merupakan hasil samping rumah potong hewan.
“Ovarium dari rumah potong hewan merupakan sumber oosit yang murah dan sekaligus memperpanjang pemanfaatan betina yang telah disembelih,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto