Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan, Dipl., Ing, mengatakan bahwa minyak kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia. Sementara kelangkaan minyak kelapa sawit yang dialami saat ini menurutnya disebabkan oleh peningkatan permintaan di pasar global.
“Pemerintah secara intensif menerbitkan serangkaian paket kebijakan dalam upaya untuk menstabilisasi harga minyak goreng kelapa sawit di dalam negeri,” ujarnya pada dalam Simposium dan Focus Group Discussion Perkelapasawitan Indonesia tahun 2022, Sabtu (14/5).
Nurwan menuturkan, Kementerian Perdagangan akan terus berkomitmen dalam rangka stabilisasi harga minyak goreng kelapa sawit. Hingga saat ini kebijakan pemerintah masih melakukan pemberhentian ekspor minyak kelapa sawit yang artinya akan berdampak pada penerimaan devisa negara. Ia berharap kebijakan terkait kelapa sawit ini dapat terus dikaji bersama dan dilakukan penyesuaian agar kelangkaan minyak kelapa sawit dapat teratasi.
Dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh FTP UGM, PATPI, MAKSI, dan INSTIPER Yogyakarta, Dr. Darmono Taniwiryono, Ketua Umum MAKSI, mengungkapkan saat ini Indonesia menghadapi tantangan makro yaitu ketidakseimbangan kepemilikan kebun dan teknologi antara pihak swasta, rakyat, dan negeri. Akibatnya perkebunan negara sekedar menghasilkan CPO dan perkebunan rakyat hanya menghasilkan TBS.
“Perkebunan negara sebagai pemilik kebijakan tidak berkembang sama sekali,” jelasnya.
Dampaknya negara tidak memiliki kemampuan untuk meregulasi harga minyak kelapa sawit. Menurut Darmono, keseimbangan kepemilikan lahan dan teknologi dapat menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memiliki kekuatan yang dapat meregulasi komoditas kelapa sawit.
Menambahkan gagasan Darmono, Dr. Ir. Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI, menjelaskan Indonesia perlu industri minyak kelapa sawit yang berkelanjutan.
“Sustainability kita harus kita perbaiki kedepannya,” ungkapnya. Artinya, untuk mengelola industri sawit perlu adanya desain manajemen baru yang dapat memaksimalkan social welfare.
Turut serta mengungkapkan tantangan industri minyak kelapa sawit, Prof. Dr. Ir. Sri Raharjo, M.Sc, Guru Besar FTP UGM, yang mengatakan bahwa pandangan jelek terkait dengan minyak kelapa sawit jadi penghambat industri kelapa sawit. Baik dari media dan industri serentak menolak keberadaan minyak kelapa sawit. Padahal, berdasarkan penelitian di berbagai negara minyak kelapa sawit tidak memberikan pengaruh buruk bagi tubuh.
“Jika minyak sawit terus dikritik artinya untuk itu kepentingan perlindungan produk atau minyak nabati mereka yang mengkritik,” ujarnya.
Dalam paparan penutup, Harsawardana mengungkapkan melalui pendidikan yang baik dapat menjadi salah satu upaya mewujudkan industri minyak kelapa sawit yang berkelanjutan.
“Standarisasi menjadi kunci dari industri sehingga SDM berkualitas diperlukan untuk menghadapi permasalahan tersebut,” jelasnya.
Dengan pendidikan berkualitas dan memberikan proyek sesuai dengan apa yang akan dihadapi di lapangan harapannya akan meningkatkan kompetensi SDM.
Penulis: Khansa