Hukum telah memberikan perlindungan terhadap pekerja dan pemberi kerja dengan menempatkan keduanya pada posisi yang setara. Meskipun dalam realitanya pemberi kerja memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dibandingkan pekerja sehingga tak menutup kemungkinan terjadinya konflik ketenagakerjaan.
Loyalitas nampaknya berperan penting dalam menjaga kepercayaan dan hubungan baik antar pekerja dan pemberi kerja agar tercipta suatu hubungan kerja yang harmonis. Karenanya loyalitas menjadi salah satu faktor yang dapat meminimalkan adanya konflik yang timbul antara pekerja dan pemberi kerja.
Berbicara soal loyalitas maka para abdi dalem yang bekerja di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dinilai sebagai pribadi yang loyal. Bahkan, sangat loyal karena peran mereka mengabdi kepada Keraton Ngayogyakarta dilakukan dengan sepenuh hati.
Terkait loyalitas tersebut, Tim Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Sosial dan Humaniora (PKM-RSH) UGM melakukan penelitian belum lama ini. Tim yang beranggotakan Whafiq Azizah Fadilla, Fadhillah Indah Nur Pratiwi (Fakultas Hukum 2019), Vicky Mayreza Antoni (Filsafat 2019), Danu Saifulloh Rahmadani (Filsafat 2020), dan Fariz Azhami Ahmad (Sosiologi 2020) telah berhasil melakukan penelitian dengan topik “Menelisik Falsafah Rumongso Melu Handarbeni pada Abdi Dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat terhadap Loyalitas dalam Hubungan Kerja”.
Dari hasil penelitian, Tim Mahasiswa UGM berhasil mengungkap soal penerapan nilai-nilai budaya oleh para abdi dalem Keraton sebagai suatu hal yang sarat menciptakan kesetiaan kepada Keraton. Para abdi dalem telah menerapkan nilai-nilai budaya tersebut pada falsafah rumongso melu handarbeni.
Whafiq Azizah Fadilla mengungkapkan penelitian Tim PKM-RSH UGM berhasil menemukan falsafah rumongso melu handarbeni (rasa ikut memiliki) merupakan suatu nilai yang hidup dan menghidupi. Nilai tersebut senantiasa dipegang teguh dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
“Falsafah rumongso melu handarbeni dapat dimaknai sebagai nilai yang mewajibkan abdi dalem untuk nguri-uri (merawat), ngrumat (ikut menjaga), dan glestantunaken (ikut melestarikan) setiap kebudayaan luhur yang dimiliki Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat,” ujar Whafiq di Kampus UGM, Rabu (7/9).
Contoh nyata penerapan falsafah rumongso melu handarbeni, kata Whafiq, terlihat pada para abdi dalem dalam hidup keseharian ketika menunaikan jejibahan (kewajiban) masing-masing. Misalkan di saat mereka menjaga kebersihan lingkungan karaton, dan menceritakan nilai-nilai luhur dalam kebudayaan karaton kepada para tamu/pengunjung dilakukan dengan senang hati.
Mereka juga mematuhi suba sita/ ungah ungguh sebagai sarana pembentukan karakter abdi dalem. Menjaga artefak-artefak karaton, seperti pusaka, piranti makan, dan benda Keraton lainnya yang memiliki muatan nilai sejarah tersendiri.
“Selain itu para abdi dalem turut menjaga peralatan-peralatan biasa milik karaton yang digunakan untuk pengabdian mereka sehari-hari,” terangnya.
Vicky Mayreza Antoni menambahkan penerapan nilai-nilai pada falsafah rumongso melu handarbeni pada abdi dalem terhadap loyalitas dalam hubungan kerja tersebut tercipta melalui penghayatan abdi dalem terhadap falsafah rumongso melu handarbeni. Penghayatan para abdi dalem tersebut nampak pada internalisasi nilai-nilai spiritualitas.
“Begitu nampak pada penyakralan Keraton, rasa syukur abdi dalem terhadap berkah yang dirasakan abdi dalem sebagai bagian dari Keraton, berkah dalem, keterikatan kekeluargaan dalam karaton, dan adanya nama pemberian Keraton, asma paring dalem untuk para abdi dalem,” jelasnya.
Vicky menjelaskan penerapan nilai-nilai falsafah rumongso melu handarbeni pada abdi dalem dilatarbelakangi oleh tendensi yang sifatnya spiritualitas, bukan pada sifat materialis layaknya hubungan kerja pada konstruksi modern.
“Loyalitas yang berorientasi pada spiritualitas inilah yang dinilai sebagai penyeimbang dari loyalitas pada konstruksi ketenagakerjaan modern yang berorientasi material sehingga tercipta loyalitas dalam hubungan kerja,” paparnya.
Penulis : Agung Nugroho