Oleh Dr. Setiadi, M.Si.
Sebagai bagian dari UGM yang merupakan kampus pusat kebudayaan, FIB UGM telah menetapkan arah pengembangan keilmuan yang merujuk pada pemahaman yang utuh dan satu tentang konsep kebudayaan, yang secara konsisten digunakan sebagai acuan pengembangan bidang ilmu di fakultas ini. Secara spesifik, Sivitas FIB terikat pada pemahaman yang sama bahwa kebudayaan tidak dilihat sebagai produk yang statis tetapi sebagai sebuah proses yang berlangsung secara terus-menerus. Relasi antara tiga elemen kebudayaan, yakni gagasan, perilaku, dan benda bersifat dinamis dan berhubungan dengan konteks historis masyarakatnya. Dengan merujuk pada konsep kebudayaan yang bersifat dinamis dan dialektis tersebut, batas-batas antara gagasan, perilaku, dan benda semakin mengabur dalam satu konsep yang disebut dengan wacana. Ada keterkaitan antara yang fisik, yang sosial, dan yang simbolis yang ketiganya berhubungan satu sama lain dalam praktik diskursif.
Sivitas FIB menyadari bahwa praktik diskursif dalam kehidupan kemasyarakatan, berhubungan erat dengan praktik kekuasaan yang dengan sadar memperhatikan bahwa di dalam setiap relasi sosial selalu ada relasi kuasa yang saling bersaing dan melakukan tawar menawar. Tujuannya adalah untuk mengurangi tawar menawar dalam distribusi kekusasaan tersebut dalam rangka mengurangi ketimpangan di antara pihak-pihak yang berada di dalam arena kekuasaan tersebut. Pihak-pihak yang berada di dalam arena kekuasaan tersebut semuanya memiliki kekuatan-kekuatan diskursif yang tersebar. Tidak hanya kelompok tertentu yang memiliki kekuasaan, tetapi, setiap kelas sosial, bangsa, ras, etnik, gender, dan sebagainya yang berada di dalam arena kekuasaan tersebut.
Berdasarkan pemahaman di atas, Fakultas Ilmu Budaya UGM memosisikan kebudayaan sebagai: Serangkaian praktik diskursif (fisikal maupun simbolik ideologis, individual maupun sosial) dalam rangka pertarungan maupun negosiasi kekuasaan antarindividu maupun antarkelompok sosial yang terlibat di dalamnya, yang berlangsung secara terus menerus, baik dalam batas lokal, nasional, maupun global, dengan relasi-relasi yang bervariasi sesuai dengan variasi konteks historis yang di dalamnya praktik-praktik itu berlangsung.
Bagi Fakultas Ilmu Budaya, paradigma dan pemahaman konseptual tentang kebudayaan, mengintegrasikan berbagai disiplin seperti antropologi, arkeologi, pariwisata, sejarah, bahasa, sastra, dan relasi antarbudaya. Dengan pemahaman ini, akhirnya disadari bahwa walaupun secara konvensional mempelajari bidang kajian yang spesifik, setiap disiplin tersebut tetap menempatkan bidang-bidang yang spesifik itu dalam perspektif kebudayaan sebagai praktik fisikal, sosial, dan ideologis dalam suatu proses yang kompleks. Secara lebih konkret, hal tersebut berarti bahwa setiap insan FIB yang menjadi bagian dari disiplin keilmuan tertentu harus memasukkan perspektif tersebut ke dalam program pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Bagi sivitas FIB, kegiatan Tridarma berbasiskan budaya berarti adanya konsistensi antara gagasan-gagasan yang dikembangkan, dipraktikan dalam kehidupan keseharian, dan menghasilkan produk budaya bercirikan ke-FIB-an dan ke-UGM-an. Satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan secara aktif mengadopsi nilai-nilai baru sebagai bagian dari proses dinamika. Untuk mewujutkan pencapaian-pencapaian sesuai dengan idealisme pengembangan kehidupan kampus yang dinamis dalam segala aspek, FIB secara konsisten membangun diri dengan menerapkan nilai-nilai yang kedepannya mampu berkontribusi bagi pencapaian kualitas kehidupan civitas yang bahagia dan sejahtera. Prinsip-prinsip utama dalam menjalankan program kegiatan yang akan terus ditingkatkan kualitasnya dalam praktik diskursus kehidupan sivitas FIB adalah dengan menerapkan secara konsisten nilai ke-FIB-an, ke-UGM-an, dan nilai-nilai baru seperti Green mindset atau hidup yang lebih ramah lingkungan dan mengadopsi nilai-nilai HPU UGM,
Dalam pemikiran saya, untuk mewujudkan hal ini, setiap sivitas FIB harus mampu menjadi tauladan dalam lingkungannya. Kurikulum harus menjadi bagian sentral dari sebuah proses rekayasa sosial dan strategi transformasi nilai, tidak saja bagi mahasiswa tetapi juga bagi seluruh komponen yang terlibat dalam proses implementasinya. Jelas bahwa transformasi budaya menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan Pendidikan di FIB dan UGM. Perubahan pola pikir, sikap dan perilaku menjadi titik krusial dan akan menghasilkan sebuah lingkungan pendidikan berkarakter. Pengamatan saya, ciri khas sivitas FIB dalam mengabdi antara lain pola-pola relasi yang lebih egalitarian, kekeluargaan, sopan santun, terbuka, berpikir kritis, menghormati warga senior, dan tanggung jawab. Maka merupakan sebuah hal biasa jika mahasiswa menyebut dosen dengan sebutan mas dan mbak. Selain itu, tendik melakukan komunikasi langsung melalui WA ke pimpinan termasuk membahas hal-hal yang segera ditangani di grup WA.
Dengan menerapkan pemahaman budaya dalam perspektif FIB, saya punya keyakinan bahwa proses penyelenggaraan kegiatan akademik dan non-akademik di kampus ini harus menjadi sebuah proses yang membahagiakan, menyenangkan, dan tentunya akan mendekatkan pencapaian FIB “Kampus Sejahtera”. Program-program nyata sudah dan akan terus ditingkatkan kualitasnya. Sebagai contoh, implementasi HPU, FIB UGM telah melakukan beragam program seperti kuliah umum tentang kesehatan fisik dan mental bagi mahasiswa, sosialisasi pentingnya kesejahteraan sosial dengan prilaku tidak merokok, tidak melakukan segala bentuk kekerasan, program kebugaran dengan menyediakan ruang Gymnastics, studio musik, dua set gamelan, satu set wayang kulit, pencanangan “sabtu sebagai hari kreativitas”, penyediaan ruang ekspresi seni, kantin sehat dan kantin kejujuran. Sarana lain adalah tersedianya ruang laktasi, konsultasi psikologi, ruang unit kesehatan, dan tim penanganan Covid-19 (penyediaan tes G-Nose). Perlahan tapi pasti, beragam aktivitas seni budaya didorong agar ke depan, FIB mampu menempatkan diri sebagai hub pemajuan dan pengembangan kebudayaan di UGM dan Indonesia.
Untuk mencapai target ini, FIB akan menjadikan museum Arkeologi, Museum UGM (yang pengelolaannya diserahkan ke FIB), panggung budaya, Laboratorium LAURA, Laboratorium Sejarah dan sebentar lagi (akan segera hadir) Co-Working Space, Galeri Seni dan Rumah Budaya FIB menjadi motor penggerak pemajuan dan pengembangan kebudayaan. Sivitas FIB bebas memilih kegiatan seni budaya dan bagi mahasiswa, mata kuliah soft skill seni budaya menjadi basis bagi pengembangan dirinya. Untuk mahasiswa, BSO akan menjadi motor penggerak. Kegiatan-kegiatan festival seni dan budaya akan menjadi kegiatan rutin di FIB. Seluruh sivitas akan terlibat dan khusus bagi mahasiswa dalam beberapa tahun kedepan mereka akan yang lulus dari FIB tidak saja mampu membawa gelar kesarjanaan yang mumpuni pada bidang ilmu yang ditekuni, tetapi juga akan mampu menjadi sarjana duta-duta budaya. Sarjana yang berkemampuan menjawab tantangan global tetapi tetap mengakar kuat pada budaya bangsanya.