Oleh Prof. drh. Teguh Budipitojo, M.P., Ph.D
Penyakit mulut dan kuku (PMK) merupakan salah satu penyakit menular pada hewan yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia. Penyebaran PMK pada hewan ternak berjalan dengan sangat cepat dan mampu melampaui batas wilayah negara. Dampak yang ditimbulkan berupa kerugian ekonomi karena menyebabkan penurunan produksi daging dan susu, serta menghambat perdagangan hewan ternak dan produk hewani.
Berdasarkan catatan sejarah wabah PMK di Indonesia, Kasus PMK pertama kali dilaporkan masuk pada tahun 1887 melalui tindakan importasi sapi perah oleh pemerintah Hindia Belanda dari negeri Belanda ke pulau Jawa. Setelah melalui upaya yang serius dan terprogram, wabah PMK terakhir dilaporkan terjadi di pulau Jawa pada tahun 1983. Pada saat itu upaya pemberantasan PMK di Indonesia dilakukan melalui program vaksinasi massal. Selanjutnya Indonesia dinyatakan sebagai negara yang bebas PMK pada tahun 1986 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.260/Kpts/TN.510/5/1986, yang kemudian diperkuat dengan pengakuan oleh badan dunia di bidang Kesehatan hewan, yaitu OIE, dalam Resolusi yang dikeluarkan OIE nomor XI Tahun 1990 setelah badan dunia tersebut bersama dengan FAO/APHCA dan ASEAN mengirimkan tim untuk mengevaluasi status PMK di Indonesia. Status bebas PMK tersebut masih dapat dipertahankan selama 36 tahun sampai awal bulan April 2022.
Secara etiologis PMK disebabkan oleh virus dari genus Apthovirus, keluarga picornaviridae. Pada saat ini telah diidentifikasi sebanyak 7 serotipe virus PMK, yaitu tipe Oise (O); Allemagne (A); German Strain (C); South African Territories 1 (SAT 1); SAT 2; SAT 3; dan Asia 1. Ketujuh serotipe virus PMK, yaitu O, A, C, SAT 1, SAT 2, SAT 3 dan Asia 1 tersebut secara imunologis berbeda satu dengan yang lain sehingga tidak memberikan kekebalan terhadap serotipe yang lain.
Secara teoritis hewan yang peka terhadap infeksi virus PMK adalah hewan berkuku genap/belah, yaitu jenis ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, domba, rusa. Hewan lain yang dapat terinfeksi adalah babi, unta dan beberapa jenis hewan liar seperti bison, antelope, menjangan, jerapah dan gajah. Pada skala penelitian dengan menggunakan hewan laboratorium yang diinfeksi secara buatan dengan virus PMK, dilaporkan penyakit ini dapat menular pada tikus, marmut, kelinci, hamster, ayam, dan beberapa jenis hewan liar, akan tetapi tidak berperan penting dalam penyebaran virus PMK secara alamiah.
Setelah bebas dari PMK selama 36 tahun, PMK kembali masuk di wilayah Indonesia pada awal April 2022, dan kemudian ditetapkan sebagai wabah penyakit menular pada hewan ternak di Indonesia oleh Kementerian Pertanian per tanggal 7 Mei 2022. Awal kembalinya kasus PMK pada ternak di Indonesia pertama kali dilaporkan di 4 kabupaten di Jawa Timur, yaitu kabupaten Gresik, Mojokerto, Lamongan dan Sidoarjo dengan jumlah 1.296 ternak yang sakit dan 8 ternak dilaporkan mati. Pada kurun waktu yang bersamaan juga dilaporkan kasus PMK di 2 kabupaten di Tamiang, provinsi Nangroe Aceh Darrusallam (NAD).
Penyebaran wabah PMK telah terjadi sejak awal April dan hingga akhir bulan September 2022 telah meluas ke 24 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia yang meliputi 296 kabupaten dan kota dengan total kasus PMK secara kumulatif di Indonesia sebanyak 517.213 ekor ternak. Jumlah hewan ternak yang sembuh dari PMK sebanyak 379.796 ekor, ternak yang dipotong bersyarat sebanyak 11.412 ekor, ternak yang mati akibat PMK mencapai 7.882 ekor, sedangkan yang tercatat belum sembuh adalah 118.123 ekor. Sementara itu, jumlah ternak yang telah divaksinasi sampai saat ini mencapai 2.096.059 ekor. Untuk kasus PMK di wilayah Provinsi DI Yogyakarta sampai tanggal 13 September 2022 tercatat sebanyak 13.399 ekor ternak, dengan perincian hewan ternak yang dilaporkan sakit berjumlah 7.498 ekor, potong bersyarat 451 ekor, 490 mati, dan sebanyak 4.960 sisa kasus yang dilaporkan belum sembuh.
Dalam upaya menanggulangi dan menangani ternak yang sakit akibat wabah PMK, Fakultas Kedokteran Hewan UGM merekomendasikan berbagai usulan langkah pengendalian dan penanggulangan serta terlibat langsung secara aktif dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang berfokus pada tindakan untuk mengendalikan penyebaran virus penyebab PMK dan penanganan pada hewan ternak yang telah terinfeksi dengan gejala klinis yang sudah nyata terlihat, ataupun dengan melakukan vaksinasi pada hewan ternak yang masih sehat dan tidak menunjukkan gejala-gejala klinis terinfeksi virus PMK. Satgas PMK FKH-UGM dibentuk melalui kerja sama dengan organisasi profesi PDHI Cabang Yogyakarta, ASOHI, BBVet Wates, dan para dokter hewan di wilayah kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Satgas PMK FKH UGM yang telah ditetapkan oleh Dekan FKH UGM pada tanggal 24 Mei 2022, dan secara aktif langsung bekerja untuk melakukan kegiatan pencegahan, penanggulangan, penanganan, vaksinasi PMK dan Sosialisasi dalam bentuk KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) pada seluruh masyarakat yang terdampak dan para pemangku kepentingan terkait dengan wabah PMK.
Berdasarkan catatan, sejak dibentuk pada bulan Mei sampai akhir bulan September 2022, Satgas PMK FKH UGM telah menangani dan melakukan vaksinasi PMK pada ternak sapi, kambing domba sebanyak 14.000 ekor, dengan melibatkan SDM yang terdiri dari dosen, mahasiswa, serta dokter hewan praktisi sebanyak 410 orang yang telah bekerja di 13 wilayah kabupaten dan kota di Provinsi DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dan telah diliputi atau disiarkan oleh 27 media cetak dan online.
Upaya untuk melakukan pengendalian, penanggulangan, dan respon cepat terhadap kasus PMK di Indonesia dapat dilakukan melalui pengamatan, pencegahan, serta pengamanan produk ternak termasuk strategi pengawasan dan identifikasi agen etiologis serta memberantas infeksi virus PMK pada hewan ternak, termasuk upaya untuk menjaga, merawat dan/atau mengobati hewan-hewan ternak yang sakit dan belum sembuh. Adapun prinsip dasar pemberantasan wabah PMK yaitu mencegah kontak antara hewan peka dan virus PMK, upaya menghentikan produksi virus PMK oleh hewan yang sudah tertular, dan upaya untuk meningkatkan resistensi/kekebalan hewan peka melalui tindakan vaksinasi. Apabila ketiga prinsip dasar dalam pemberantasan wabah PMK tersebut dapat dilakukan dengan baik, terkoordinasi dan melibatkan berbagai komponen bidang veteriner yang terintegrasi, maka niscaya tidak lama lagi Indonesia dapat kembali bebas dari PMK.