Oleh Dr. Ir. Taryono, M.Sc.
Rasa-rasanya tidak ada yang bisa memungkiri bahwa Universitas Gadjah Mada sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi telah memberikan banyak kontribusi bagi kemajuan Bangsa Indonesia. Nama orang-orang hebat yang menyandang label alumni UGM, deretan produk penelitian yang membumi sekaligus mendunia, serta kegiatan pengabdian yang tersebar di berbagai pelosok nusantara telah cukup menjadi bukti. Namun, jangkauan kontribusi UGM tentunya tidak terkungkung dalam batas-batas teritorial. Lagipula dalam visi UGM termaktub bahwa UGM mengabdi tidak hanya bagi kepentingan bangsa tetapi juga kemanusiaan. UGM yang menjadi tempat berlabuh bagi banyak insan akademis terbaik Indonesia dan menara air yang penuh dengan ilmu pengetahuan selalu siap untuk hadir di tempat di mana kontribusinya diperlukan. Namibia menjadi salah satu ladang pengabdian tersebut, dan jejak-jejak kehadiran UGM telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah negara yang belum lama ini menginjak usia 32 tahun.
Kerja sama antara UGM dengan University of Namibia (UNAM) telah dilakukan belasan tahun, dengan tujuan utama untuk mendorong produksi beras secara berkelanjutan. Kerja sama yang dinamakan Kalimbeza Rice Project di daerah Katima Mulilo terhitung sebagai proyek pertanian di tingkat nasional. Dari proyek ini, kerja sama UGM dan UNAM berlanjut ke program-program lainnya. Proyek terakhir yang berlangsung hingga beberapa minggu lalu menghasilkan berbagai bibit tanaman pertanian yang dikembangkan melalui kultur jaringan.
Awal Sebuah Perjalanan
Telah 14 tahun berlalu sejak saya pertama kali menginjakkan kaki di Namibia, negara di bagian selatan Benua Afrika yang baru memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1990. Kala itu pemerintah Namibia tengah getol mengupayakan kemandirian pangan, terutama bahan pangan yang menjadi sumber karbohidrat. Betapa tidak, negara ini masih banyak bergantung pada negara tetangga seperti Afrika Selatan untuk menyuplai kebutuhan warganya. Namibia boleh dikatakan unggul di sektor peternakan, mereka menjadi eksportir daging ke beberapa negara di Eropa. Namun, mereka masih kesulitan untuk pengembangkan sektor pertanian. Salah satu penyebabnya mungkin karena kondisi alam di negara tersebut, terutama hampir 70% lahannya merupakan savana dengan curah hujan terbanyak hanya 600mm/tahun. Wilayah yang cukup subur hanya terletak di wilayah bagian utara yang berupa rawa-rawa. Jumlah impor produk pangan mereka mencapai sekitar 80 persen. Karena itu pemerintah Namibia berupaya menggandeng berbagai pihak untuk mendukung misi kedaulatan pangan, salah satunya pemerintah Indonesia.
Saya masih teringat, pada waktu itu saya mendengar informasi bahwa Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia tengah mencari ahli padi untuk dikirim ke Namibia. Dan bukan hal sulit tentunya untuk menemukan seseorang dengan kriteria tersebut di UGM. Saya yang waktu itu masih menjadi Wakil Dekan di Fakultas Pertanian berkesempatan untuk mendampingi seorang pakar dari fakultas kami untuk berkunjung ke Namibia. Kami mengunjungi Katima Mulilo, dan penelitian awal menunjukkan bahwa area tersebut cukup sesuai untuk ditanami padi, meski terdapat sejumlah persoalan terkait irigasi, hama, temperatur suhu yang ekstrem, serta kurangnya peralatan dan sumber daya manusia. Kunjungan singkat itu berlanjut pada komunikasi yang lebih intens. Pada tahun 2009 UGM dan UNAM menandatangani Memorandum of Understanding (MoU). Setahun setelahnya, delegasi Namibia yang dipimpin Prof. Lazarus Hangula berkunjung ke UGM. Pada tahun 2011, UGM ikut membuka lahan sawah seluas 5 ha di Namibia.
Secara umum, keterlibatan UGM diwujudkan dalam bentuk pendampingan teknis dan transfer pengetahuan, terutama terkait penanaman padi. Hal ini menjadi kunci dari upaya penguatan keamanan pangan melalui aktivitas riset dan kemitraan, yang diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan produksi produk pangan lokal serta peningkatan pendapatan masyarakat desa. Selain itu, salah satu misi yang kami emban adalah pendirian centre of excellence di tingkat nasional dalam riset, pengembangan, serta diseminasi teknologi pertanian khususnya untuk komoditas beras.
Keterlibatan UGM dalam proyek ini dianggap memberikan impak yang signifikan bagi Namibia. Kegiatan pelatihan dan pendampingan membawa manfaat bagi para anggota tim serta para petani yang kebanyakan memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Berangkat dari pengalaman kami di Indonesia, kesuksesan program pertanian di suatu daerah banyak ditentukan oleh partisipasi warga setempat, sehingga di sana kami juga berusaha sebanyak mungkin melibatkan petani lokal. Kami juga membawa teknologi pertanian seperti traktor yang diproduksi di Indonesia, juga membawa produsen pupuk sebagai investor untuk menyediakan produk-produk berkualitas.
Kisah yang Berlanjut
Tahun 2017, sekali lagi kita diundang untuk membuka perkebunan tebu. Tahun 2019, Wakil Rektor UGM sendiri hadir ke sana sebagai bagian dari inisiasi Indo-Africa Center. Pada tahun 2020 mereka meminta bantuan UGM untuk mengirimkan ahli kultur jaringan tanaman karena mereka tengah berupaya menggerakkan bisnis di bidang pertanian, khususnya untuk menggali potensi pangan berbasis kentang. Akibat pandemi Covid-19, permintaan ini baru bisa kita realisasikan di tahun 2022. Sekali lagi saya berkunjung ke Namibia, tepatnya ke University of Namibia yang terletak di Kota Windhoek, bersama seorang konsultan pertanian. Dari Windhoek kami harus terbang lagi ke wilayah utara, di situ kampus Ogongo berada dan kami selama kunjungan harus tinggal di dalam kampus tersebut. Letak kampus Ogongo kira-kira 700 km dari ibukota Windhoek.
Kami berupaya menghidupkan kembali laboratorium budi daya jaringan yang sudah hampir 15 tahun tidak difungsikan, dengan sebuah misi khusus untuk mengembangkan tanaman kentang, ketela rambat, dan pisang. Upaya ini memerlukan sejumlah tahapan, yang diawali dengan pendataan fasilitas laboratorium serta sarana dan prasarana yang dimiliki. Hal ini menjadi salah satu langkah penting dalam program ketahanan pangan Namibia. Selain itu, UGM juga memberikan pelatihan budi daya jaringan tanaman pangan kepada sejumlah dosen dan tenaga kependidikan di Departemen Ilmu Tanaman, Fakultas Pertanian dan Sumber Daya Alam UNAM.
Kemitraan yang dijalani oleh UGM telah membangun hubungan yang lebih kuat antara Indonesia dan Namibia, terutama di antara para akademisi. Aktivitas UGM di negara tersebut mendapat perhatian dan apresiasi dari berbagai kalangan di Namibia, mulai dari kalangan pemerintahan, akademisi, media, dan komunitas yang lebih luas. Kerja sama ini juga membuka jalan bagi kerja sama yang lebih luas di sektor pertanian dan memperkuat hubungan bilateral baik di tingkat G-to-G maupun people-to-people.