Dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Ir. Sarto, M.Sc., IPU., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Teknik Kimia pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Kamis (1/12) di Balai Senat UGM. Pada pidato pengukuhannya yang berjudul Adaptasi dan Integrasi Teknik Kimia di Era industri 4.0, Sarto menyampaikan bahwa Industri 4.0 merupakan bagian dari strategi pemanfaatan teknologi tinggi yang memungkinkan industri terintegrasi secara keseluruhan. Industri 4.0 juga menerapkan konsep Cyber Physical Systems (CPS) dan Internet of Things (IoT), yang menggabungkan upaya memperoleh dan mengirimkan informasi real-time untuk pengidentifikasian, pengalokasian, pelacakan, pemantauan dan pengoptimasian proses produksi. Aspek terpenting dalam teknologi ini adalah penanganan begitu banyak data dari sejumlah mesin, proses, produk, dan jasa. Data harus disimpan, dianalisis sebagai dasar untuk pengambilan keputusan, untuk kemudian menjadi tindakan.
Prof Sarto Dikukuhkan Sebagai Guru Besar
“Keunggulan Industri 4.0 adalah sangat adaptif, fleksibel dan produksi massa yang dapat diatur, koordinasi rantai nilai real-time dan optimasi, mengurangi biaya kerumitan dan memasuki model pelayanan dan bisnis,” katanya.
Menurutnya, keberagaman format data dan informasi dapat diatasi jika semua pihak dalam fasa perancangan awal dapat menyetujui model data bersama untuk informasi dalam basis desain yang disebut basis desain digital. Insinyur kimia, khususnya di industri manufaktur, merupakan produsen dan konsumen data, yang mempunyai peran penting untuk memanfaatkan data memverifikasi dengan teori dasar di bidangnya. Akan tetapi ada data yang tidak dapat diverifikasi berdasarkan teori dasar sehingga memerlukan ilmu lain yaitu DS. Algoritma ML memungkinkan komputer untuk belajar pola murni dari data sehingga mereka dapat melakukan tugas tanpa instruksi.
Kemajuan konsep dan perangkat AI dalam industri 4.0 menurut Sarto menyebar luas. Saat ini, katanya, kita memasuki suatu era transformatif dalam akuisisi, pemodelan, dan penggunaan pengetahuan. Namun, untuk menghargai bagaimana dan dimana AI berkait dengan teknik kimia, menurutnya seseorang perlu meninjaunya dari perspektif paradigma pemodelan pengetahuan berbeda. Secara konsep, matematika terapan memodelkan hubungan numerik antara variabel dan parameter-parameter, pemrograman matematik memodelkan hubungan antara batasan-batasan, AI memodelkan hubungan antara variabel simbolik dan struktur simbolik. “AI yang menggunakan pendekatan bottom-up telah membuatnya jauh lebih mudah untuk menangani berbagai masalah,” paparnya.
Namun begitu, pendekatan ini belum tentu cocok di bidang teknik kimia karena teknik ini mensyaratkan data yang banyak, dan sistem teknik kimia dihasilkan oleh hukum fundamental dan prinsip fisika, kimia, dan biologi. Oleh karena itu, untuk bidang teknik kimia banyak dari yang diperlukan dapat dipenuhi menggunakan expert system dan neural network. “Jadi, yang diperlukan adalah mencari cara mengintegrasikan pengetahuan prinsip pertama dengan model data-driven untuk mengembangkan model hybrid yang mudah dan handal,” tegasnya.
Di era paradigma konstruksionis, berangkat dari bagian ke keseluruhan, pemodelan fenomena bottom-up memerlukan arahan fitur penting sebab sifat teleology-like sering muncul pada level makroskopik, baik secara eksplisit maupun implisit. Hal lain yang perlu dipikirkan adalah implikasi aplikasi teknologi 4.0 terhadap profesi dan pendidikan teknik kimia terutama kaitannya dengan peningkatan peran “mesin cerdas” dalam pengambilan keputusan yang selama ini dilakukan oleh manusia. “Dari waktu ke waktu, kegiatan bidang teknik kimia, termasuk industri kimia, selalu berkembang sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, bidang teknik kimia mempunyai peluang besar untuk mampu adaptasi dan integrasi di Era Industri 4.0,” pungkasnya.
Penulis: Gusti Grehenson